Makalah tak sengaja jadi guru

" Terima kasih sudah berkunjung ke blog sederhana ini dan sebagai ungkapan terima kasih, kami akan berikan 1 e-book mengenai usaha gratis untuk anda. Silahkan unduh disini atau disini "




BAB  I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar berperan aktif dan positif dalam hidupnya sekarang dan yang akan datang, dan pendidikan nasional Indonesia adalah pendidikan yang berakar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional Indonesia.
Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya dan program yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, Pendidikan keturunan dan pendidikan lainnya. Serta upaya pembaharuannya meliputi landasan yuridis, Kurikulum dan perangkat penunjangnya, struktur pendidikan dan tenaga kependidikan
Berangkat dari definisi di atas maka dapat difahami bahwa secara formal sistem pendidikan indonesia diarahkan pada tercapainya cita-cita pendidikan yang ideal dalam rangka mewujudkan peradaban bangsa Indonesia yang bermartabat. Namun demikian, sesungguhnya sistem pendidikan indonesia saat ini tengah berjalan di atas rel kehidupan ‘sekulerisme’ yaitu suatu pandangan hidup yang memisahkan peranan agama dalam pengaturan urusan-urusan kehidupan secara menyeluruh, termasuk dalam penyelenggaran sistem pendidikan. Meskipun, pemerintah dalam hal ini berupaya mengaburkan realitas (sekulerisme pendidikan) yang ada sebagaimana terungkap dalam UU No.20/2003 tentang Sisdiknas pasal 4 ayat 1 yang menyebutkan, “Pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air.”

1.2.  Rumusan  Masalah
Adapun rumusan dalam masalah makalh ini adalah :
1.      Sistem Pendidikan di Indonesia
2.      Sulitnya menjadi guru
3.      Jangan salahkan guru
4.      Enggan menjadi guru


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sistem Pendidikan di Indonesia
Ø Ciri-ciri Pendidikan di Indonesia
Cara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari tujuan pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia. Pengembangan pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.
Ø Kualitas Pendidikan di Indonesia
Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.

Ø Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia
a. Efektifitas Pendidikan
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna. Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain. Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan dibidang sosial dan dipaksa mengikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.

b. Efisiensi Pengajaran
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati. Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pengajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.

c. Standardisasi Pendidikan
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil. Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP). Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetehui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia sehingga jadi kebih baik lagi. Selain beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di atas, adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan kita yaitu:
1)    Rendahnya sarana fisik,
2)    Rendahnya kualitas guru,
3)    Rendahnya kesejahteraan guru,
4)    Rendahnya prestasi siswa,
5)    Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
6)    Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
7)    Mahalnya biaya pendidikan

Ø  Upaya Solutif Permasalahan Pendidikan Indonesia
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu: Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan. Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
Sedangkan solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.

2.2. Sulitnya Menjadi Guru
Menjadi Guru,” begitu ringan kata itu kututurkan ketika setiap kali ibuku menanyakan cita-citaku. Guru yang lewat dengan sepeda untanya di depan rumahku menjadi sosok yang amat kuidolakan. Namun, untuk menjadi guru “mulai” terasa sulit ketika harus bergumul dengan pelajaran, bersekolah. Ibu “hanya” sanggup mengantarkan pendidikanku hingga Diploma I IKIP Padang. Aku sungguh bersyukur kepada Tuhan dan berterima kasih kepada Ibu.
Menjadi guru semakin sulit, terasa ilmu belum cukup, aku “nyambi” nambah pendidikan hingga S.1, tertatih-tatih, menglola gaji kecil untuk belanja anak-anak dan biaya kulia. Alhamdulillah sampai. Menjadi Guru terasa semakin sulit. Itu terasa setelah lebih dari 30 tahun menhadi “Cik Gu.” Tak semudah membalik telapak kaki, ehh…. sorry, telapak tangan. Menjadikan anak (siswa) menjadi pintar, pandai plus baik dan elok, wah susuahnya minta ampun.Mengajar terasa agak gampang ketimbang sulitnya mendidik.
Ketika sekolah sekolah dulu, baru usia kelas 3 SD, telapak tangan ini biasa pedih dan perih karena rol Pak Guru, kalau tak hafal kali  1 sampai Sembilan. Itu di  setiap hari, setiap pagi, ketika masuk kelas. Jangan coba-coba tidak mebuat PR. Bisa tegak itik (angkat kaki sebelah) di depan kelas hinggga jam pelajaran habis. Senangnya, kalau kita sedikit pintar matematik (dulu nerhitung), boleh pulang duluan kalau cepat selesaikan soal. Ini jenis punishment (hukuman) dan reward (hadiah) dari guru, ala tempo dulu. Pusat biru, pipi dan betis merah karna tampar guru kalau melanggar (nakal) itu hal lazim.
Hukuman seperti itu, jangan coba-coba diterapkan oleh guru saat ini. “Kuno” katanya. Dan bisa membawa konsekuensi fatal. Itu bisa membuat  guru  berurusan dengan aparat, komnas HAM atau Komisi Perlindungan anak, atau ini : Didemo masyarakat. Anak (murid) ”kurang ajar” mesti diperlakukan manis. Jangan coba-coba praktek mendidik gaya tempo dulu. Ponsel siapa saja siap mengintai. Bisa-bisa nongol di Metro, TV One dsb.  Bisa dikecam dari 8 penjuru mata angin. Betapapun kita tau. Ada anak yang bias di didik dengan kerling mata, ada yang bisa di tegur dengan kata-kata halus (sindiran) ada yang rada-rada kasar (tembak 12 pas), dan ada lagi ini : CUMA BISA dengan kekerasan (pisik). Tapi, ah tak boleh, itu melanggar HAM.
Setelah 30 tahun menjadi guru, makin kusadari menjdi pendidik itu amat sulit sekali. Tidak mudah menjadikan anak pintar sekali gus baik. Di rumah, di sekolah selalu di sampaikan dan dicontohkan nilai-nilai yang baik. Tapi di tengah-tengah masyarakat yang mereka saksikan dalam keseharian justru bertentangan dengan itu. Tawuran, demo anarkis, korupsi, pelanggaran hukum oleh aparat hukum sendiri dll.  Walau pun mantan siswa banyak yang sukses seperti jadi guru(juga) dokter, dosen, polisi, tentara, pengusaha atau professional lainnya, tapi ada juga yang , karena satu dan lain hal tidak sukses (melanjutkan pendidikan). IngatI Pintu sukses iru banyak. “Tak satu jalan ke Roma,” itu kata orang.
Satu hal yang pasti, diantara siswa yang sukses dan “tidak sukses” itu  tentu, ada yang jadi “korban kekerasan” oleh guru. Termasuk juga dikaukan oleh penulis sendiri. Pengalaman penulis, ketika mendapat undangan halal bi halal, cerita ini mencuat kembali. Anehnya, sudah sekian tahun “kekeras” itu terjadi justru menjadi cerita lucu, dan nostalgia manis. Ah, tetap saja penulis rasakan : Menjadi Guru itu sulit.

2.3. Jangan Salahkan Guru
Ujian Nasional untuk tingkat SMA dan SMP telah usai, para siswa tinggal menunggu pengumuman kelulusan. Saat hasil kelulusan diumumkan selalu menyisakan dua cerita, kebahagiaan dan kekecewaan. Bahagia jika bisa lulus dan kecewa bila gagal. Keberhasilan siswa dalam UN seringkali dinilai karena faktor kesiapan siswa yang benar-benar matang. Namun kegagalan siswa dalam UN selalu dialamatkan pada guru.
Sejak Ujian Nasional mulai digulirkan dan standar kelulusan terus dinaikkan, guru selalu dianggap sebagai faktor penentu bisa dan tidaknya siswa lulus ujian. Meskipun pernyataan itu tidak sepenuhnya benar, karena faktor kelulusan juga bergatung pada siswa akan tetapi semua itu seakan sudah menjadi kesepakatan umum. Tentu saja hal tersebut juga akan menjadi beban moral yang sangat berat bagi guru.
Dalam hal ini seorang guru akan merasa bangga jika semua siswa yang diajarnya bisa lulus UN, itu artinya guru telah berhasil mengajar. Dan sebaliknya guru juga harus bersiap dijadikan kambing hitam jika ada salah satu siswa yang tidak lulus ujian nasional. Inilah konsekuensi logis yang memang harus diterima guru karena telah di tempatkan pada posisi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab akan keberhasilan siswa dalam menjalani UN.
Bukan bermaksud menggeneralisir semua guru, namun kenyataan menunjukkan bahwa momen ujian nasional merupakan salah satu momen yang kurang disenangi guru. Apalagi bagi guru mata pelajaran yang akan diujikan. Bukan hanya persoalan tugas dan tanggungjawab yang kian bertambah dalam memberikan materi tambahan bagi siswa yang akan mengikuti ujian.
Bukan pula persoalan waktu dan pikiran yang harus dikorbankan, akan tetapi yang paling menjadi beban bagi seorang guru adalah adanya tekanan serta ekspektasi yang begitu tinggi dari sekolah, orang tua, dan juga siswa. Sehingga jika guru berhasil menjawab ekspektasi dengan kelulusan siswanya maka pujian yang akan datang. Akan tetapi jika guru tidak berhasil mewujudkan ekspektasi tersebut maka akan menjadi sasaran untuk disalahkan.
Ø  Tanggungjawab Bersama
Tidak etis kiranya jika persoalan tanggung jawab Ujian Nasional hanya dibebankan kepada guru. Karena sesungguhnya hal itu merupakan tugas seluruh stakeholder sekolah, baik itu kepala sekolah, guru, siswa dan orang tua. Semua harus memiliki rasa tanggungjawab dalam memberikan yang terbaik demi keberhasilan siswa dalam menghadapi ujian nasional.
Sekolah melalui kepala sekolah harus memberikan fasilitas yang baik untuk mendukung proses pembelajaran siswa yang akan mengikuti UN. Guru memiliki tugas untuk memberikan materi pelajaran yang akan diujikan dengan metode pembelajaran yang mudah dipahami dan menyenangkan. Tentunya semua itu sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh guru. Siswa memiliki tanggungjawab untuk belajar yang rajin dan tekun guna mempersiapakan diri dengan matang. Sedangkan orang tua dapat berperan dalam memberikan dukungan dan motivasi kepada anaknya agar memiliki kesiapan mental yang lebih baik.
Jika semua pihak sudah menyadari tugas masing-masing tentu tidak akan ada lagi saling menyalahkan jika hasil yang diterima tidak sesuai harapan. Namun semua akan dapat menerima dengan lapang dada karena semua itu merupakan hasil kerja bersama.
Ø  Enggan Menjadi Guru
Menjadi seorang guru bukanlah pekerjaan yang mudah. Guru mengemban tugas yang begitu mulia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa ini. Walaupun tugasnya begitu mulia, sedikit sekali mahasiswa yang mau berprofesi menjadi guru. Banyak alasannya, mulai dari gengsi hingga gaji guru yang masih dipandang rendah ketimbang gaji sebagai profesi lainnya. Padahal saat ini Indonesia sedang kekurangan tenaga guru professional dari kalangan muda.
Ini tentu menjadi tantangan bagi Pemerintah untuk bisa memotivasi para mahasiswa agar tertarik menjadi guru. Memang bukan perkara yang mudah, mengingat kini banyak mahasiswa yang lebih tertarik pada profesi yang dipandang lebih bergengsi. Maka perlu ada strategi khusus yang harus dilakukan pemerintah. Salah satu strategi yang perlu dilakukan yaitu dengan meningkatkan kesejahteraan guru. Terutama kesejahteraan para guru bantu (honorer) yang kini masih sangat memprihatinkan.
Dengan ditingkatkannya kesejahteraan para guru diharapkan mampu meningkatkan minat para mahasiswa untuk menjadi guru. Namun juga perlu disadari oleh para mahasiswa, bahwa menjadi guru bukanlah semata-mata mengharapkan gaji dan kesejahteraan. Karena sejatinya menjadi guru merupakan pengabdian yang tak ternilai oleh materi.



BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
            Cara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari tujuan pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia. Pengembangan pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal,
            Menjadi Guru,” begitu ringan kata itu kututurkan ketika setiap kali ibuku menanyakan cita-citaku. Guru yang lewat dengan sepeda untanya di depan rumahku menjadi sosok yang amat kuidolakan. Namun, untuk menjadi guru “mulai” terasa sulit ketika harus bergumul dengan pelajaran,








DAFTAR PUSTAKA
Blog: http://dzarmono.wordpress.com/2007/06/11/makalah-pendidikan tahun 2008
Blog: www.tyasmm84.blogspot.com/2008/01/profesi-teknologi-pendidikan.html
Harian surat Kabar Online: http://www.sergaponline.com/berita
Muhamad Shidiq Al-Jawi. Pendidikan Di Indonesia, Masalah dan Solusinya. Artikel. www.khilafah1924.org




0 Response to "Makalah tak sengaja jadi guru"

Post a Comment