" Terima kasih sudah berkunjung ke blog sederhana ini dan sebagai ungkapan terima kasih, kami akan berikan 1 e-book mengenai usaha gratis untuk anda. Silahkan unduh disini atau disini "
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Manusia, nilai, moral, dan hukum
merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Masalah-masalah serius yang
dihadapi bangsa Indonesia berkaitan dengan nilai, moral, dan hukum antara lain
mengenai kejujuran, keadilan, menjilat, dan perbuatan negatif lainnya sehingga
perlu dikedepankan pendidikan agama dan moral karena dengan adanya panutan,
nilai, bimbingan, dan moral dalam diri manusia akan sangat menentukan
kepribadian individu atau jati diri manusia, lingkungan sosial dan kehidupan
setiap insan. Pendidikan nilai yang mengarah kepada pembentukan moral yang
sesuai dengan norma kebenaran menjadi sesuatu yang esensial bagi pengembangan
manusia yang utuh dalam konteks sosial.
Pendidikan moral tidak hanya
terbatas pada lingkungan akademis, tetapi dapat dilakukan oleh siapa saja dan
dimana saja. Secara umum ada tiga lingkungan yang sangat kondusif untuk
melaksanakan pendidikan moral yaitu lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan
dan lingkungan masyarakat. Peran keluarga dalam pendidikan mendukung terjadinya
proses identifikasi, internalisasi, panutan dan reproduksi langsung dari
nilai-nilai moral yang hendak ditanamkan sebagai pola orientasi dari kehidupan
keluarga. Hal-hal yang juga perlu diperhatikan dalam pendidikan moral di
lingkungan keluarga adalah penanaman nilai-nilai kejujuran, kedisiplinan dan
tanggung jawab dalam segenap aspek.
1.2.
Rumusan masalah
1.
Pengertian dari manusia, nilai, moral dan hokum
2.
Hakikat fungsi perwujudan nilai moral dan hokum
3.
Keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan
4.
Problematika nilai, moral, hokum dalam masyarakat dan Negara
1.3.
Tujuan
1.
Membahas mengenai manusia, nilai, moral dan hukum
2.
Mengetahui Hakikat fungsi dari perwujudan nilai moral dan hukum
3.
Mempelajari tentang keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan
4. Membahas
tentang problematika nilai, moral dalam masyarakat dan Negara
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Manusia, Nilai, Moral dan Hukum
v Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari
kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi
atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah
manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau
realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Manusia adalah makhluk yang tidak dapat dengan segera menyesuaikan
diri dengan lingkungannya.
v Nilai
Nilai dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas dari
sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia baik lahir maupun batin. Bagi
manusia nilai dijadikan sebagai landasan, alasan atau motivasi dalam bersikap
dan bertingkah laku, baik disadari maupun tidak.
v Moral
Moral adalah perbuatan/tingkah
laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang
dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat
tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka
orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Jadi moral
adalah tata aturan norma-norma yang bersifat abstrak yang mengatur kehidupan
manusia untuk melakukan perbuatan tertentu dan sebagai pengendali yang mengatur
manusia untuk menjadi manusia yang baik.
v Hukum
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam
pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan
kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan
bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum
pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat
menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi
penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan
politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih.
2.2. Hakikat Fungsi Perwujudan
nilai, moral dan hukum
Terdapat
beberapa bidang filsafat yang ada hubungannya dengan cara manusia mencari
hakikat sesuatu, satu di antaranya adalah aksiologi (filsafat nilai) yang
mempunyai dua kajian utama yakni estetika dan etika. Keduanya berbeda karena
estetika berhubungan dengan keindahan sedangkan etika berhubungan dengan baik
dan salah, namun karena manusia selalu berhubungan dengan masalah keindahan,
baik, dan buruk bahkan dengan persoalan-persoalan layak atau tidaknya sesuatu,
maka pembahasan etika dan estetika jauh melangkah ke depan meningkatkan
kemampuannya untuk mengkaji persoalan nilai dan moral tersebut sebagaimana
mestinya.
Menurut Bartens ada tiga
jenis makna etika, yaitu:
1.
Kata etika bisa dipakai
dalam arti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
2.
Etika berarti juga kumpulan
asas atau nilai moral (kode etik).
3.
Etika mempunyai arti ilmu
tentang yang baik dan yang buruk (filsafat moral).
Norma sosial
adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok
masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring
dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan
peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan
dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat
memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial
yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara
manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan.
v Nilai Moral di Antara
Pandangan Objektif dan Subjektif Manusia
Nilai erat hubungannya
dengan manusia, dalam hal etika maupun estetika. Manusia sebagai makhluk yang
bernilai akan memaknai nilai dalam dua konteks, pertama akan memandang nilai
sebagai sesuatu yang objektif, apabila dia memandang nilai itu ada meskipun
tanpa ada yang menilainya. Kedua, memandang nilai sebagai sesuatu yang
subjektif, artinya nilai sangat tergantung pada subjek yang menilainya.
Dua kategori nilai itu
subjektif atau objektif: Pertama,
apakah objek itu memiliki nilai karena kita mendambakannya, atau kita
mendambakannya karena objek itu memiliki nilai Kedua, apakah
hasrat, kenikmatan, perhatian yang memberikan nilai pada objek, atau kita
mengalami preferensi karena kenyataan bahwa objek tersebut memiliki nilai
mendahului dan asing bagi reaksi psikologis badan organis kita (Frondizi, 2001,
hlm. 19-24).
v Nilai di Antara Kualitas
Primer dan Kualitas Sekunder
Kualitas primer yaitu
kualitas dasar yang tanpanya objek tidak dapat menjadi ada, sama seperi
kebutuhan primer yang harus ada sebagai syarat hidup manusia, sedangkan
kualitas sekunder merupakan kualitas yang dapat ditangkap oleh pancaindera
seperti warna, rasa, bau, dan sebagainya, jadi kualitas sekunder seperti halnya
kualitas sampingan yang memberikan nilai lebih terhadap sesuatu yang dijadikan
objek penilaian kualitasnya.
Perbedaan antara kedua
kualitas ini adalah pada keniscayaannya, kualitas primer harus ada dan tidak
bisa ditawar lagi, sedangkan kualitas sekunder bagian eksistesi objek tetapi
kehadirannya tergantung subjek penilai. Nilai bukan kualitas primer maupun
sekunder sebab nilai tidak menambah atau memberi eksistensi objek. Nilai bukan
sebuah keniscayaan bagi esensi objek. Nilai bukan benda atau unsur benda,
melainkan sifat, kualitas, yang dimiliki objek tertentu yang dikatakan “baik”.
Nilai milik semua objek, nilai tidaklah independen yakni tidak memiliki
kesubstantifan.
v Metode Menemukan dan
Hierarki Nilai dalam Pendidikan
Menilai berarti menimbang,
yaitu kegiatan manusia menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, yang
selanjutnya diambil sebuah keputusan, nilai memiliki polaritas dan hierarki,
yaitu:
1.
Nilai menampilkan diri
dalam aspek positif dan aspek negatif yang sesuai (polaritas) seperti baik dan
buruk, keindahan dan kejelekan.
2.
Nilai tersusun secara
hierarkis, yaitu hierarki urutan pentingnya.
Ada beberapa klasifikasi
nilai yaitu klasifikasi nilai yang didasarkan atas pengakuan, objek yang
dipermasalahkan, keuntungan yang diperoleh, tujuan yang akan dicapai, hubungan
antara pengembangan nilai dengan keuntungan, dan hubungan yang dihasilkan nilai
itu sendiri dengan hal lain yang lebih baik. Sedangkan Max Scheller berpendapat
bahwa hierarki terdiri dari, nilai kenikmatan, kehidupan, kejiwaan, dan nilai
kerohanian. Dan masih banyak lagi klasifikasi lainnya dari para pakar, namun
adapula pembagian hierarki di Indonesia (khususnya pada masa dekade Penataran
P4), yakni, nilai dasar, nilai instrumental, dan yang terakhir nilai praksis.
v Makna Nilai bagi Manusia
Nilai itu penting bagi
manusia, apakah nilai itu dipandang dapat mendorong manusia karena dianggap
berada dalam diri manusia atau nilai itu menarik manusia karena ada di luar
manusia yaitu terdapat pada objek, sehingga nilai lebih dipandang sebagai
kegiatan menilai. Nilai itu harus jelas, harus semakin diyakini
oleh individu dan harus diaplikasikan dalam perbuatan.
v Pengaruh Kehidupan Keluarga
dalam Pembinaan Nilai Moral
Persoalan merosotnya
intensitas interaksi dalam keluarga, serta terputusnya komunikasi yang harmonis
antara orang tua dengan anak, mengakibatkan merosotnya fungsi keluarga dalam
pembinaan nilai moral anak. Keluarga bisa jadi tidak lagi menjadi tempat untuk
memperjelas nilai yang harus dipegang bahkan sebaliknya menambah kebingungan
nilai bagi si anak.
v Pengaruh Teman Sebaya
Terhadap Pembinaan Nilai Moral
Setiap orang yang menjadi
teman anak akan menampilkan kebiasaan yang dimilikinya, pengaruh pertemanan ini
akan berdampak positif jika isu dan kebiasaan teman itu positif juga,
sebaliknya akan berpengaruh negatif jika sikap dan tabiat yang ditampikan
memang buruk, jadi diperlukan pula pendampingan orang tua dalam tindakan anak-anaknya,
terutama bagi para orang tua yang memiliki anak yang masih di bawah umur.
v Pengaruh Figur Otoritas
Terhadap Perkembangan Nilai Moral Individu
Orang dewasa mempunyai
pemikiran bahwa fungsi utama dalam menjalin hubungan dengan anak-anak adalah
memberi tahu sesuatu kepada mereka: memberi tahu apa yang harus mereka lakukan,
kapan waktu yang tepat untuk melakukannya, di mana harus dilakukan, seberapa
sering harus melakukan, dan juga kapan harus mengakhirinya. Itulah sebabnya
seorang figur otoritas (bisa juga seorang public figure) sangat berpengaruh
dalam perkembangan nilai moral.
v Pengaruh Media Komunikasi
Terhadap Perkembangan Nilai Moral
Setiap orang berharap
pentingnya memerhatikan perkembangan nilai anak-anak. Oleh karena itu dalam
media komunikasi mutakhir tentu akan mengembangkan suatu pandangan hidup yang
terfokus sehingga memberikan stabilitas nilai pada anak. Namun ketika anak
dipenuhi oleh kebingungan nilai, maka institusi pendidikan perlu mengupayakan
jalan keluar bagi peserta didiknya dengan pendekatan klarifikasi nilai.
v Pengaruh Otak atau Berpikir
Terhadap Perkembangan Nilai Moral
Pendidikan tentang nilai
moral yang menggunakan pendekatan berpikir dan lebih berorientasi pada
upaya-upaya untuk mengklarifikasi nilai moral sangat dimungkinkan bila melihat
eratnya hubungan antara berpikir dengan nilai itu sendiri, meskipun diakui
bahwa ada pendekatan lain dalam pendidikan nilai yang memiliki orientasi yang
berbeda.
v Pengaruh Informasi Terhadap
Perkembangan Nilai Moral
Munculnya berbagai informasi,
apalagi bila informasi itu sama kuatnya maka akan mempengaruhi disonansi
kognitif yang sama, misalnya saja pengaruh tuntutan teman sebaya dengan
tuntutan aturan keluarga dan aturan agama akan menjadi konflik internal pada
individu yang akhirnya akan menimbulkan kebingungan nilai bagi individu
tersebut.
v Manusia
Dan Hukum
Hukum dalam masyarakat
merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidupnya
manusia tanpa atau di luar masyarakat. Maka manusia, masyarakat, dan hukum merupakan
pengertian yang tidak bisa dipisahkan. Untuk mencapai ketertiban dalam
masyarakat, diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar-manusia dalam
masyarakat. Kepastian ini bukan saja agar kehidupan masyarakat menjadi teratur
akan tetapi akan mempertegas lembaga-lembaga hukum mana yang melaksanakannya.
Hukum yang baik adalah
hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat,
yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat tersebut.
Manusia dan hukum adalah
dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam ilmu hukum, terdapat
adagium yang terkenal yang berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana ada
masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu
bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan
bahan yang bersifat sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk
dari masyarakat itu, dan yang berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah
hukum.
Untuk mewujudkan
keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur tatanan
(organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial
(social order) yang bernama: m a s y a r a k a t. Guna membangun dan
mempertahankan tatanan sosial masyarakat yang teratur ini, maka manusia
membutuhkan pranata pengatur yang terdiri dari dua hal: aturan (hukum) dan si
pengatur(kekuasaan).
v Hubungan
Hukum dan Moral
Hukum tidak akan berarti
tanpa dijiwai moralitas, hukum akan kosong tanpa moralitas. Oleh karena itu
kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral dan perundang-undangan
yang immoral harus diganti.
Meskipun hubungan hukum dan
moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda, sebab dalam
kenyataannya mungkin ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada
undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum
dengan moral.
2.3. Problematika Nilai,
Moral, dan Hukum dalam Masyarakat dan Negara
Terbentuknya nilai dari
hubungan yang bersifat ketergantungan sikap manusia terhadap nilai dari suatu
maka manusia akan berbuat sesuatu yang merupakan modal dasar dalam menjalin
kehidupan manusia. Dengan menilai dapat menentukan moral seseorang, apakah baik
buruknya sepanjang niali itu dalam arti positif berarti perubahan bermoral ,
begitu juga sebaliknya jika nilai itu dalam arti negatif berarti perbuatan yang
amoral. Perbuatan yang bersifat amoral inilah yang dijadikan problema dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Tujuan hukum mengatur
pergaulan hidup secara damai, ditinjau dari aspek lahiriah yaitu untuk mencapai
ketertiban atau kedamaian, dan jika di tinjau dari aspek batiniah yaitu untuk
mencapai ketenangan atau ketentraman. Statu contoh adalah masalah perkawinan. Semua orang tahu bahwa tujuan dari perkawinan
adalah untuk menciptakan keluarga sakinah mawadah warahmah, akan tetapi
kenyataan-kenyataan yang ada banyak problem yang terjadi dalam keluarga,
misalnya: terjadi kekerasan dalam rumah tangga, seorang suami tidak bertanggung
jawab pada anak dan istri dan lain sebagainya. Dengan nilai dari perkawinan
tidak terwujud sebagaimana yang kita dambakan. Secara hukum suatu perkawinan
itu dapat diakui oleh negara apanila dilakukan dihadapan catatan sipil (untuk
penduduk non Islam) dan tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA, untuk penduduk
Islam), namur kenyataannya masih banyak istilah kawin sirih (kawin di bawah
tangan), bahkan ada juga yang dikenal dengan “kawin kontrak”. Problema yang
demikian harus diperhatikan dan perlu dipikirkan secara arif dan bijaksana baik
oleh kalangan masyarakat awam maupun oleh pemerintah, karena sifat perkawinan
yang demikian ini sangat merugikan bagi kaum perempuan dan nasib anak-anak.
Karena dengan perkawinan sirih dan perkawinan sirih dan perkawinan kontrak ini,
dengan begitu mudah kaum laki-laki untuk meninggalkannya, bahkan ingin terlepas
dari tanggung jawabnya.
Perkawinan itu apabila dilakukan menurut prosedur atau
menurut aturan-aturan yang ada dalam suatu masyarakat, maka orang yang
melaksanakan perkawinan demikian dikatakan yang bermoral. Juga sebaliknya jika
perkawinan yang dilakukan tidak melalui prosedur atau tidak dilakukan sesuai
dengan aturan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu maka perkawinan itu
dikenal dengan cara tidak bermoral. Maka yang perlu kita ketahui dalam hal ini
di samping hukum dasar yang tertulis ada hukum yang tidak tertulis, yaitu
misalnya “hukum adat perkawinan” yang
setiap daerah mempunyai adat masing-masing. Manusia sebagai makhluk yang hidup
bermasyarakat untuk terwujudnya apa yang dikatakan ketertiban atau keamanan,
dan ketenangan atau ketentraman maka harus patuh lepada hukum yanng berlaku dan
mennjalani nilai-nilai yang ada di masyarakat dengan baik dan sempurna.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Manusia, nilai, moral dan hukum
adalah suatu hal yang saling berkaitan dan saling menunjang. Sebagai warga
negara kita perlu mempelajari, menghayati dan melaksanakan dengan ikhlas
mengenai nilai, moral dan hukum agar terjadi keselarasan dan harmoni kehidupan.
Manusia adalah individu yg terdiri
dari jasad dan roh dan makhluk yang paling sempurna, paling tertinggi
derajatnya, dan menjadi khalifah di permukaan bumi.
Nilai adalah sesuatu yang baik yang
selalu diinginkan, dicita-citakan dan dianggap pentong oleh seluruh manusia
sebagai anggota masyarakat. Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu,
menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti
sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.
DAFTAR
PUSTAKA
Hukum_19.htmlhttp://galuh-secretsone.blogspot.com/2013/05/contoh-makalah-isbd-manusia-nilai-moral.html
0 Response to "MAKALAH ISBD Manusia Nilai Moral dan Hukum"
Post a Comment