" Terima kasih sudah berkunjung ke blog sederhana ini dan sebagai ungkapan terima kasih, kami akan berikan 1 e-book mengenai usaha gratis untuk anda. Silahkan unduh disini atau disini "
Macam-macam jenis Hama Tanaman dan Cara Pengendalian
Macam-macam jenis Hama Tanaman dan Cara Pengendalian |
HAMA TANAMAN
1. MORFOLOGI UMUM HAMA
Untuk mengenal berbagai jenis binatang yang dapat berperan sebagai hama, maka
sebagai langkah awal dalam kuliah dasar - dasar Perlintan akan dipelajari
bentuk atau morfologi, khususnya morfologi luar (external morphology) binatang
penyebab hama. Namun demikian, tidak semua sifat morfologi tersebut akan dipelajari
dan yang dipelajari hanya terbatas pada morfologi “penciri” dari masing-masing
golongan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam melakukan identifikasi atau
mengenali jenis - jenis hama yang dijumpai di lapangan.
Dunia binatang (Animal Kingdom) terbagi menjadi beberapa golongan besar yang
masing-masing disebut Filum. Dari masing-masing filum tersebut dapat dibedakan
lagi menjadi golongan - golongan yang lebih kecil yang disebut Klas. Dari Klas
ini kemudian digolongkan lagi menjadi Ordo (Bangsa) kemudian Famili (suku),
Genus (Marga) dan Spesies (jenis).
Beberapa filum yang anggotanya diketahui berpotensi sebagai hama tanaman adalah
Aschelminthes (nematoda), Mollusca (siput), Chordata (binatang bertulang
belakang), dan Arthropoda (serangga, tunggau, dan lain - lain). Dalam uraian
berikut akan dibicarakan secara singkat tentang sifat-sifat morfologi luar
anggota filum tersebut.
A. FILUM ASCHELMINTHES
Anggota filum Aschelminthes yang banyak dikenal berperan sebagai hama tanaman
(bersifat parasit) adalah anggota klas Nematoda. Namun, tidak semua anggota
klas Nematoda bertindak sebagai hama, sebab ada di antaranya yang berperan
sebagai nematoda saprofag serta sebagai nematoda predator (pemangsa), yang
disebut terakhir ini tidak akan dibicarakan dalam uraian - uraian selanjutnya.
Secara umum ciri - ciri anggota klas Nematoda tersebut antara lain adalah :
* Tubuh tidak bersegmen (tidak beruas)
* Bilateral simetris (setungkup) dan tidak memiliki alat gerak
* Tubuh terbungkus oleh kutikula dan bersifat transparan.
Untuk pembicaraan selanjutnya, anggota klas nematoda yang bersifat saprofag
digolongkan ke dalam nematoda non parasit dan untuk kelompok nematoda yang
berperan sebagai hama tanaman dimasukkan ke dalam golongan nematoda parasit.
Ditinjau dari susunannya, maka bentuk stylet dapat dibedakan menjadi dua tipe,
yaitu tipe stomatostylet dan odonostylet. Tipe stomatostylet tersusun atas
bagian - bagian conus (ujung), silindris (bagian tengah) dan knop stylet
(bagian pangkal). Tipe stylet ini dijumpai pada nematoda parasit dari ordo
Tylenchida.
Tipe odonostylet dijumpai pada nematoda parasit dari ordo Dorylaimida, yang
styletnya tersusun atas conus dan silindris saja. Beberapa contoh dari nematoda
parasit ini antara lain adalah :
* Meloidogyne sp. yang juga dikenal sebagai nematoda “puru akar” pada tanaman
tomat, lombok, tembakau dan lain - lain.
* Hirrschmanieella oryzae (vBrdH) pada akar tanaman padi sawah.
* Pratylenchus coffae (Zimm) pada akar tanaman kopi.
B. FILUM MOLLUSCA
Dari filum Mollusca ini yang anggotanya berperan sebagai hama adalah dari klas
Gastropoda yang salah satu jenisnya adalah Achatina fulica Bowd atau bekicot,
Pomacea ensularis canaliculata (keong emas). Binatang tersebut memiliki tubuh
yang lunak dan dilindungi oleh cangkok (shell) yang keras. Pada bagian anterior
dijumpai dua pasang antene yang masing-masing ujungnya terdapat mata. Pada
ujung anterior sebelah bawah terdapat alat mulut yang dilengkapi dengan gigi
parut (radula). Lubang genetalia terdapat pada bagian samping sebelah kanan,
sedang anus dan lubang pernafasan terdapat di bagian tepi mantel tubuh dekat
dengan cangkok/shell.
Bekicot atau siput bersifat hermaprodit, sehingga setiap individu dapat
menghasilkan sejumlah telur fertil. Bekicot aktif pada malam hari serta hidup
baik pada kelembaban tinggi. Pada siang hari biasanya bersembunyi pada
tempat-tempat terlindung atau pada dinding-dinding bangunan, pohon atau tempat
lain yang tersembunyi.
C. FILUM CHORDATA
Anggota Filum Chordata yang umum dijumpai sebagai hama tanaman adalah dari klas
Mammalia (Binatang menyusui). Namun, tidak semua binatang anggota klas Mammalia
bertindak sebagai hama melainkan hanya beberapa jenis (spesies) saja yang benar
- benar merupakan hama tanaman. Jenis - jenis tersebut antara lain bangsa kera
(Primates), babi (Ungulata), beruang (Carnivora), musang (Carnivora) serta
bangsa binatang pengerat (ordo rodentina). Anggota ordo Rodentina ini memiliki
peranan penting sebagai perusak tanaman, sehingga secara khusus perlu
dibicarakan tersendiri, yang meliputi keluarga bajing dan tikus.
1. Keluarga Bajing (fam. Sciuridae)
Ada dua jenis yang penting, yaitu Callossciurus notatus Bodd. dan C.
nigrovittatus yang keduanya dikenal dengan nama “bajing”. Jenis pertama
dijumpai pada daerah - daerah di Indonesia dengan ketinggian sampai 9000 m di
atas permukaan laut. Sedang jenis C. nigrovittatus dapat dijumpai di Jawa,
Kalimantan, dan Sumatera pada daerha dengan ketinggian sampai 1500 m.
Jenis bajing ini umumnya banyak menimbulkan kerusakan pada tanaman kelapa namun
beberapa jenis tanaman buah kadang - kadang juga diserangnya. Gejala serangan
hama bajing pada buah kelapa tampak terbentuknya lubang yang cukup lebar dan
tidak teratur dekat dengan ujung buah, sedang jika yang menyerang tikus maka
lubang yang terbentuk lebih kecil serta tampak lebih teratur / rapi.
2. Keluarga tikus (fam. Muridae)
Ada beberapa jenis yang diketahui banyak menimbulkan kerusakan antara lain,
tikus rumah (Rattus - rattus diardi Jent); tikus pohon (Rattus - rattus
tiomanicus Muller), serta tikus sawah (Rattus-rattus argentiver_Rob.&Kl).
Tikus rumah dikenal pula sebagai tikus hitam karena warna bulunya hitam keabu -
abuan atau hitam kecoklatan. Panjang tubuh sampai ke kepala antara 11 - 20 cm
dan panjang ekor biasanya lebih panjang daripada panjang tubuh + kepala. Jumlah
puting susunya ada 10 buah.
Tikus pohon memiliki ukuran tubuh yang hampir sama dengan tikus rumah. Bulu
tubuh bagian ventral putih bersih atau kadang - kadang agak keabu-abuan.
Panjang ekor biasanya lebih panjang daripada panjang tubuh + kepala. Jumlah
putting susunya ada 10 buah.
Tikus sawah memiliki ciri - ciri tubuh antara lain bulu - bulu tubuh bagian
ventral berwarna keabu-abuan atau biru keperakan. Panjang ekor biasanya sama
atau lebih pendek daripada panjang tubuh + kepala. Pada pertumbuhan penuh
panjang tubuhnya antara 16 - 22 cm serta jumlah puting susu ada 12 buah.
D. FILUM ARTHOPODA
Merupakan filum terbesar di antara filum - filum yang lain karena lebih dari 75
% dari binatang-binatanag yang telah dikenal merupakan anggota dari filum ini.
Karena itu, sebagian besar dari jenis-jenis hama tanaman juga termasuk dalam
filum Arthropoda.
Anggota dari filum Arthropoda yang mempunyai peranan penting sebagai hama
tanaman adalah klas Arachnida (tunggau) dan klas Insecta atau Hexapoda
(serangga).
1. Klas Arachnida
Tanda - tanda morfologi yang khas dari anggota klas Arachnida ini adalah:
- Tubuh terbagi atas dua daerah (region), yaitu cephalothorax (gabungan caput
dan thorax) dan abdomen.
- Tidak memiliki antene dan mata facet.
- Kaki empat pasang dan beruas - ruas.
Dalam klas Arachnida ini, yang anggotanya banyak berperan sebagai hama adalah
dari ordo Acarina atau juga sering disebut mites (tunggau).
Morfologi dari mites ini antara lain, segmentasi tubuh tidak jelas dan
dilengkapi dengan bulu - bulu (rambut) yang kaku dan cephhalothorax dijumpai
adanya empat pasang kaki.
Alat mulut tipe penusuk dan pengisap yang memiliki bagian - bagian satu pasang
chelicerae (masing - masing terdidi dari tiga segmen) dan satu pasang
pedipaalpus. Chelicerae tersebut membentuk alat seperti jarum sebagai penusuk.
Beberapa jenis hama dari ordo Acarina antara lain adalah :
- Tetranychus cinnabarinus Doisd. atau hama tunggau merah / jingga pada daun
ketela pohon.
- Brevipalpus obovatus Donn. (tunggau daun teh).
- Tenuipalpus orchidarum Parf. (tunggau merah pada anggrek).
2. Klas Insekta (Hexapoda / serangga)
Anggota beberapa ordo dari klas Insekta dikenal sebagai penyebab hama tanaman,
namun ada beberapa yang bertindak sebagai musuh alami hama (parasitoid dan
predator) serta sebagai serangga penyerbuk.
Secara umum morfologi anggota klas Insekta ini adalah:
- Tubuh terdiri atas ruas - ruas (segmen) dan terbagi dalam tiga daerah, yaitu
caput, thorax dan abdomen.
- Kaki tiga pasang, pada thorax.
- Antene satu pasang.
- Biasanya bersayap dua pasang, namun ada yang hanya sepasang atau bahkan tidak
bersayap sama sekali.
Memahami pengetahuan morfologi serangga tersebut sangatlah penting, karena
anggota serangga pada tiap - tiap ordo biasanya memiliki sifat morfologi yang
khas yang secara sederhana dapat digunakan untuk mengenali atau menentukan
kelompok serangga tersebut. Sifat morfologi tersebut juga menyangkut morfologi
serangga stadia muda, karena bentuk-bentuk serangga muda tersebut juga memiliki
ciri yang khas yang juga dapat digunakan dalam identifikasi.
Bentuk-bentuk serta ciri serangga stadia muda tersebut secara khusus kakan
dibicarakan pada uraian tentang Metamorfose serangga, sedang uraian singkat
tentang morfologi “penciri” pada beberapa ordo penting klas Insekta akan
diberikan pada uraian selanjutnya.
Berdasarkan sifat morfologinya, maka larva dan pupa serangga dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Tipe larva
a. Polipoda, tipe larva ini memiliki ciri antara lain tubuh berbentuk
silindris, kepala berkembang baik serta dilengkapi dengan kaki abdominal dan
kaki thorakal. Tipe larva ini dijumpai pada larva ngengat / kupu (Lepidoptera)
b. Oligopoda, tipe larva ini dapat dikelompokkan menjadi : Campodeiform dan
Scarabaeiform,
c. Apodus (Apodous), tipe larva ini memiliki badan yang memanjang dan tidak
memiliki kaki. Kepala ada yang berkembang baik ada yang tidak. Tipe larva ini
dijumpai pada anggota ordo Diptera dan familia Curculionidae (Coleoptera).
2. Tipe pupa
Perbedaan bentuk pupa didasarkan pada kedudukan alat tambahan (appendages),
seperti calon sayap, calon kaki, antene dan lainnya. Tipe pupa dikelompokkan
menjadi tiga tipe :
a. Tipe obtecta, yakni pupa yang memiliki alat tambahan (calon) melekat pada
tubuh pupa. Kadang-kadang pupa terbungkus cocon yang dibentuk dari liur dan
bulu dari larva.
b. Tipe eksarat, yakni pupa yang memiliki alat tambahan bebas (tidak melekat
pada tubuh pupa ) dan tidak terbungkus oleh cocon.
c. Tipe coartacta, yakni pupa yang mirip dengan tipe eksarat, tetapi eksuviar
tidak mengelupas (membungkus tubuh pupa). Eksuviae mengeras dan membentuk
rongga untuk membungkus tubuh pupa dan disebut puparium.
Tipe pupa obtecta dijumpai pada anggota ordo Lepidoptera, pupa eksarat pada
ordo Hymenoptera dan Coleoptera, sedang pupa coartacta pada ordo Diptera.
A. Morfologi Beberapa Ordo Serangga yang Penting
a. Ordo Orthoptera (bangsa belalang)
Sebagian anggotanya dikenal sebagai pemakan tumbuhan, namun ada beberapa di
antaranya yang bertindak sebagai predator pada serangga lain.
Anggota dari ordo ini umumnya memilki sayap dua pasang. Sayap depan lebih
sempit daripada sayap belakang dengan vena - vena menebal / mengeras dan
disebut tegmina. Sayap belakang membranus dan melebar dengan vena-vena yang
teratur. Pada waktu istirahat sayap belakang melipat di bawah sayap depan.
Alat - alat tambahan lain pada caput antara lain : dua buah (sepasang) mata
facet, sepasang antene, serta tiga buah mata sederhana (occeli). Dua pasang
sayap serta tiga pasang kaki terdapat pada thorax. Pada segmen (ruas) pertama
abdomen terdapat suatu membran alat pendengar yang disebut tympanum. Spiralukum
yang merupakan alat pernafasan luar terdapat pada tiap - tiap segmen abdomen
maupun thorax. Anus dan alat genetalia luar dijumpai pada ujung abdomen (segmen
terakhir abdomen).
Ada mulutnya bertipe penggigit dan penguyah yang memiliki bagian-bagian labrum,
sepasang mandibula, sepasang maxilla dengan masing - masing terdapat palpus
maxillarisnya, dan labium dengan palpus labialisnya.
Metamorfose sederhana (paurometabola) dengan perkembangan melalui tiga stadia
yaitu telur ---> nimfa ---> dewasa (imago). Bentuk nimfa dan dewasa
terutama dibedakan pada bentuk dan ukuran sayap serta ukuran tubuhnya.
Beberapa jenis serangga anggota ordo Orthoptera ini adalah :
- Kecoa (Periplaneta sp.)
- Belalang sembah / mantis (Otomantis sp.)
- Belalang kayu (Valanga nigricornis Drum.)
b. Ordo Hemiptera (bangsa kepik) / kepinding
Ordo ini memiliki anggota yang sangat besar serta sebagian besar anggotanya
bertindak sebagai pemakan tumbuhan (baik nimfa maupun imago). Namun beberapa di
antaranya ada yang bersifat predator yang mingisap cairan tubuh serangga lain.
Umumnya memiliki sayap dua pasang (beberapa spesies ada yang tidak bersayap).
Sayap depan menebal pada bagian pangkal (basal) dan pada bagian ujung
membranus. Bentuk sayap tersebut disebut Hemelytra. Sayap belakang membranus
dan sedikit lebih pendek daripada sayap depan. Pada bagian kepala dijumpai
adanya sepasang antene, mata facet dan occeli.
Tipe alat mulut pencucuk pengisap yang terdiri atas moncong (rostum) dan
dilengkapi dengan alat pencucuk dan pengisap berupa stylet. Pada ordo
Hemiptera, rostum tersebut muncul pada bagian anterior kepala (bagian ujung).
Rostum tersebut beruas - ruas memanjang yang membungkus stylet. Pada alat mulut
ini terbentuk dua saluran, yakni saluran makanan dan saluran ludah.
Metamorfose bertipe sederhana (paurometabola) yang dalam perkembangannya
melalui stadia : telur ---> nimfa ---> dewasa. Bnetuk nimfa memiliki
sayap yang belum sempurna dan ukuran tubuh lebih kecil dari dewasanya.
Beberapa contoh serangga anggota ordo Hemiptera ini adalah :
- Walang sangit (Leptorixa oratorius Thumb.)
- Kepik hijau (Nezara viridula L)
- Bapak pucung (Dysdercus cingulatus F)
c. Ordo Homoptera (wereng, kutu dan sebagainya)
Anggota ordo Homoptera memiliki morfologi yang mirip dengan ordo Hemiptera.
Perbedaan pokok antara keduanya antara lain terletak pada morfologi sayap depan
dan tempat pemunculan rostumnya.
Sayap depan anggota ordo Homoptera memiliki tekstur yang homogen, bisa keras
semua atau membranus semua, sedang sayap belakang bersifat membranus.
Alat mulut juga bertipe pencucuk pengisap dan rostumnya muncul dari bagian
posterior kepala. Alat-alat tambahan baik pada kepala maupun thorax umumnya
sama dengan anggota Hemiptera.
Tipe metamorfose sederhana (paurometabola) yang perkembangannya melalui stadia
: telur ---> nimfa ---> dewasa. Baik nimfa maupun dewasa umumnya dapat
bertindak sebagai hama tanaman.
Serangga anggota ordo Homoptera ini meliputi kelompok wereng dan kutu-kutuan,
seperti :
- Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.)
- Kutu putih daun kelapa (Aleurodicus destructor Mask.)
- Kutu loncat lamtoro (Heteropsylla sp.).
d. Ordo Coleoptera (bangsa kumbang)
Anggota - anggotanya ada yang bertindak sebagai hama tanaman, namun ada juga
yang bertindak sebagai predator (pemangsa) bagi serangga lain.
Sayap terdiri dari dua pasang. Sayap depan mengeras dan menebal serta tidak
memiliki vena sayap dan disebut elytra.
Apabila istirahat, elytra seolah - olah terbagi menjadi dua (terbelah tepat di
tengah-tengah bagian dorsal). Sayap belakang membranus dan jika sedang
istirahat melipat di bawah sayap depan.
Alat mulut bertipe penggigit-pengunyah, umumnya mandibula berkembang dengan
baik. Pada beberapa jenis, khususnya dari suku Curculionidae alat mulutnya
terbentuk pada moncong yang terbentuk di depan kepala.
Metamorfose bertipe sempurna (holometabola) yang perkembangannya melalui stadia
: telur ---> larva ---> kepompong (pupa) ---> dewasa (imago). Larva
umumnya memiliki kaki thoracal (tipe oligopoda), namun ada beberapa yang tidak
berkaki (apoda). Kepompong tidak memerlukan pakan dari luar (istirahat) dan
bertipe bebas / libera.
Beberapa contoh anggotanya adalah :
- Kumbang badak (Oryctes rhinoceros L)
- Kumbang janur kelapa (Brontispa longissima Gestr)
- Kumbang buas (predator) Coccinella sp.
e. Ordo Lepidoptera (bangsa kupu/ngengat)
Dari ordo ini, hanya stadium larva (ulat) saja yang berpotensi sebagai hama,
namun beberapa diantaranya ada yang predator. Serangga dewasa umumnya sebagai
pemakan/pengisap madu atau nektar.
Sayap terdiri dari dua pasang, membranus dan tertutup oleh sisik - sisik yang
berwarna - warni. Pada kepala dijumpai adanya alat mulut seranga bertipe
pengisap, sedang larvanya memiliki tipe penggigit. Pada serangga dewasa, alat
mulut berupa tabung yang disebut proboscis, palpus maxillaris dan mandibula
biasanya mereduksi, tetapi palpus labialis berkembang sempurna.
Metamorfose bertipe sempurna (Holometabola) yang perkembangannya melalui stadia
: telur ---> larva ---> kepompong ---> dewasa. Larva bertipe polipoda,
memiliki baik kaki thoracal maupun abdominal, sedang pupanya bertipe obtekta.
Beberapa jenisnya antara lain :
- Penggerek batang padi kuning (Tryporiza incertulas Wlk)
- Kupu gajah (Attacus atlas L)
- Ulat grayak pada tembakau (Spodoptera litura)
f. Ordo Diptera (bangsa lalat, nyamuk)
Serangga anggota ordo Diptera meliputi serangga pemakan tumbuhan, pengisap
darah, predator dan parasitoid. Serangga dewasa hanya memiliki satu pasang
sayap di depan, sedang sayap belakang mereduksi menjadi alat keseimbangan
berbentuk gada dan disebut halter. Pada kepalanya juga dijumpai adanya antene
dan mata facet.
Tipe alat mulut bervariasi, tergantung sub ordonya, tetapi umumnya memiliki
tipe penjilat-pengisap, pengisap, atau pencucuk pengisap.
Pada tipe penjilat pengisap alat mulutnya terdiri dari tiga bagian yaitu :
- bagian pangkal yang berbentuk kerucut disebut rostum
- bagian tengah yang berbentuk silindris disebut haustellum
- bagian ujung yang berupa spon disebut labellum atau oral disc.
Metamorfosenya sempurna (holometabola) yang perkembangannya melalui stadia :
telur ---> larva ---> kepompong ---> dewasa. Larva tidak berkaki
(apoda_ biasanya hidup di sampah atau sebagai pemakan daging, namun ada pula
yang bertindak sebagai hama, parasitoid dan predator. Pupa bertipe coartacta.
Beberapa contoh anggotanya adalah :
- lalat buah (Dacus spp.)
- lalat predator pada Aphis (Asarcina aegrota F)
- lalat rumah (Musca domesticaLinn.)
- lalat parasitoid (Diatraeophaga striatalis).
g. Ordo Hymenoptera (bangsa tawon, tabuhan, semut)
Kebanyakan dari anggotanya bertindak sebagai predator / parasitoid pada
serangga lain dan sebagian yang lain sebagai penyerbuk.
Sayap terdiri dari dua pasang dan membranus. Sayap depan umumnya lebih besar
daripada sayap belakang. Pada kepala dijumpai adanya antene (sepasang), mata
facet dan occelli.
Tipe alat mulut penggigit atau penggigit-pengisap yang dilengkapi flabellum
sebagai alat pengisapnya.
Metamorfose sempurna (Holometabola) yang melalui stadia : telur->
larva--> kepompong ---> dewasa. Anggota famili Braconidae, Chalcididae,
Ichnemonidae, Trichogrammatidae dikenal sebagai tabuhan parasit penting pada
hama tanaman.
Beberapa contoh anggotanya antara lain adalah :
- Trichogramma sp. (parasit telur penggerek tebu / padi).
- Apanteles artonae Rohw. (tabuhan parasit ulat Artona).
- Tetratichus brontispae Ferr. (parasit kumbang Brontispa).
h. Ordo Odonata (bangsa capung / kinjeng)
Memiliki anggota yang cukup besar dan mudah dikenal. Sayap dua pasang dan
bersifat membranus. Pada capung besar dijumpai vena - vena yang jelas dan pada
kepala dijumpai adanya mata facet yang besar.
Metamorfose tidak sempurna (Hemimetabola), pada stadium larva dijumpai adanya
alat tambahan berupa insang dan hidup di dalam air.
Anggota-anggotanya dikenal sebagai predator pada beberapa jenis serangga keecil
yang termasuk hama, seperti beberapa jenis trips, wereng, kutu loncat serta ngengat
penggerek batang padi.
RANGKUMAN
Mengenal sifat - sifat morfologi luar dari binatang penyebab hama merupakan hal
yang penting untuk mempermudah mengenali jenis - jenis hama yang ada di
lapangan. Ada beberapa filum dalam dunia binatang yang sebagian dari anggotanya
berpotensi menjadi hama tanaman, yakni Filum Aschelminthes, Mollusca, Chordata
dan Athropoda.
Dalam filum Aschelminthes, anggota klas nematoda banyak yang berperan sebagai
hama tanaman, misalnya anggota dari ordo Tylenchida, “Giantsnail”, Achatina
fulica merupakan salah satu anggota filum Mollusca yang diketahui sering
merusak berbegai jenis tanaman, baik tahunan maupun tanaman semusim.
Anggota ordo Rodentia, yakni tikus dan bajing merupakan anggota filum Chordata
yang menjadi hama penting pada beberapa jenis tanaman. Anggota filum Chordata
lain yang juga berpotensi menjadi hama tanaman adalah kera (Primates) dan babi
(Ungulata).
Arthropoda merupakan filum terbesar dalam jumlah anggotanya, sehingga sebagian
besar jenis hama tanaman merupakan anggota filum ini. Namun demikian, anggota
filum ini khususnya dalam klas Arachida sebagian besar bertindak sebagai musuh
alami hama, sedang dari klas Insekta sebagian dari anggotanya menjadi hama
penting pada berbagai jenis tanaman dan yang lain ada pula yang berperan
sebagai musuh alami hama.
2. CARA MERUSAK DAN GEJALA KERUSAKAN
Pembicaraan mengenai cara merusak dan gejala merusak yang diakibatkan oleh
serangan hama khususnya dari serangga tidak dapat lepas dari pembicaraan
mengenai morfologi alat mulut serangga hama. Dengan tipe alat mulut tertentu,
serangga hama dalam merusak tanaman akan mengakibatkan gejala kerusakan yang
khas pada tanaman yang diserangnya. Karena itu, dengan mempelajari berbagai
tipe gejala ataupun tanda serangan akan dapat membantu dalam mengenali jenis -
jenis hama penyebab yang dijumpai di lapangan. Bahkan lebih jauh dari itu dapat
pula digunakan untuk menduga cara hidup ataupun untuk menaksir populasi hama
yang bersangkutan.
Berdasarkan pada cara merusak dan gejala kerusakan yang ditimbulkannya, maka
hama-hama penyebab kerusakan pada tanaman dapat digolongkan menjadi beberapa
tipe, yaitu hama penyebab gejala puru (gall), hama pemakan, hama penggerek,
hama pengisap, hama penggulung, hama penyebab busuk buah, dan hama pengorok
(miner)
RANGKUMAN
Jenis - jenis serangga dapat dikelompokkan berdasarkan tipe alat mulutnya.
Dengan tipe alat mulut tertentu, perusakan tanaman oleh serangga akan
meninggalkan gejala kerusakan yang khas pada tanaman. Oleh karena itu, dengan
mempelajari berbagai tipe gejala serangan akan memepermudah untuk mengetahui
jenis hama penyebab kerusakan yang dijumpai di lapangan. Gejala kerusakan dalam
bentuk intensitas serangan hama dapat juga digunakan untuk menduga tingkat
populasi hama di lapangan.
Berdasarkan cara merusak dan tipe gejala, ada tujuh tipe yaitu hama penyebab
puru (gall), hama pemakan, hama penggerek, hama pengisap, hama penggulung, hama
penyebab busuk buah dan hama penggorok (miner).
3. TAKTIK PENGENDALIAN
Pada dasarnya, pengendalian hama merupakan setiap usaha atau tindakan manusia
baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mengusir, menghindari dan
membunuh spesies hama agar populasinya tidak mencapai aras yang secara ekonomi
merugikan. Pengendalian hama tidak dimaksudkan untuk meenghilangkan spesies
hama sampai tuntas, melainkan hanya menekan populasinya sampai pada aras
tertentu ynag secara ekonomi tidak merugikan. Oleh karena itu, taktik
pengendalian apapun yang diterapkan dalam pengendalian hama haruslah tetap
dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomi dan secara ekologi.
Falsafah pengendalian hama yang harus digunakan adalah Pengelolaan /
Pengendalian hama Terpadu (PHT) yang dalam implementasinya tidak hanya
mengandalkan satu taktik pengendalian saja. Taktik pengendalian yang akan
diuraikan berikut ini mengacu pada buku karangan Metcalf (1975) dan Matsumura
(1980) yang terdiri dari :
1. Pengendalian secara mekanik
2. Pengendalian secara fisik
3. Pengendalian hayati
4. Pengendalian dengan varietas tahan
5. Pengendalian hama dengan cara bercocok tanam
6. Pengendalian hama dengan sanitasi dan eradikasi
7. Pengendalian kimiawi
A. PENGENDALIAN MEKANIK
Pengendalian mekanik mencakup usaha untuk menghilangkan secara langsung hama
serangga yang menyerang tanaman. Pengendalian mekanis ini biasanya bersifat
manual.
Mengambil hama yang sedang menyerang dengan tangan secara langsung atau dengan
melibakan tenaga manusia telah banyak dilakukan oleh banyak negara pada
permulaan abad ini. Cara pengendalian hama ini sampai sekarang masih banyak dilakukan
di daerah - daerah yang upah tenaga kerjanya masih relatif murah.
Contoh pengendalian mekanis yang dilakukan di Australia adalah mengambil
ulat-ulat atau siput secara langsung yang sedang menyerang tanaman kubis.
Pengendalian mekanis juga telah lama dilakukan di Indonesia terutama terhadap
ulat pucuk daun tembakau oleh Helicoverpa sp. Untuk mengendalikan hama ini para
petani pada pagi hari turun ke sawah untuk mengambil dan mengumpulkan ulat -
ulat yang berada di pucuk tembakau. Ulat yang telah terkumpul itu kemudian
dibakar atau dimusnahkan. Rogesan sering dipraktekkan oleh petani tebu (di
Jawa) untuk mencari ulat penggerek pucuk tebu (Scirpophaga nivella) dengan
mengiris sedikit demi sedikit pucuk tebu yang menunjukkan tanda serangan.
Lelesan dilakukan oleh petani kopi untuk menyortir buah kopi dari lapangan yang
terserang oleh bubuk kopi (Hypotheneemus hampei)
B. PENGENDALIAN FISIK
Pengendalian ini dilakukan dengan cara mengatur faktor - faktor fisik yang
dapat mempengaruhi perkembangan hama, sehingga memberi kondisi tertentu yang
menyebabkan hama sukar untuk hidup.
Bahan - bahan simpanan sering diperlakukan denagn pemanasan (pengeringan) atau
pendinginan. Cara ini dimaksudkan untuk membunuh atau menurunkan populasi hama
sehingga dapat mencegah terjadinya peledakan hama. Bahan-bahan tersebut
biasanya disimpan di tempat yang kedap udara sehingga serangga yang bearada di
dalamnya dapat mati lemas oleh karena CO2 dan nitrogen.
Pengolahan tanah dan pengairan dapat pula dimasukkan dalam pengendalian fisik;
karena cara - cara tersebut dapat menyebabkan kondisi tertentu yang tidak cocok
bagi pertumbuhan serangga. Untuk mengendalikan nematoda dapat dilakukan dengan
penggenangan karena tanah yang mengandung banyak air akan mendesak oksigen
keluar dari partikel tanah. Dengan hilangnya kandungan O2 dalam tanah, nematoda
tidak dapat hidup lebih lama.
C. PENGENDALIAN HAYATI
Pengendalian hayati adalah pengendalian hama dengan menggunakan jenis organisme
hidup lain (predator, parasitoid, pathogen) yang mampu menyerang hama. Di suatu
daerah hampir semua serangga dan tunggau mempunyai sejumlah musuh - musuh
alami. Tersedianya banyak makanan dan tidak adanya agen - agen pengendali alami
akan menyebabkan meningkatnya populasi hama. Populasi hama ini dapat pula meningkat
akibat penggunaan bahan-bahan kimia yang tidak tepat sehingga dapat membunuh
musuh-musuh alaminya. Sebagai contoh, meningkatnya populasi tunggau di
Australia diakibatkan meningkatnya penggunaan DDT.
Dua jenis organisme yang digunakan untuk pengendalian hayati terhadap serangga
dan tunggau adalah parasit dan predator. Parasit selalu berukuran lebih kecil
dari organisme yang dikendalikan oleh (host), dan parasit ini selama atau
sebagian waktu dalam siklus hidupnya berada di dalam atau menempel pada inang.
Umumnya parsit merusak tubuh inang selama peerkembangannya. Beberapa jenis
parasit dari anggota tabuhan (Hymenoptera), meletakkan telurnya didalam tubuh
inang dan setelah dewasa serangga ini akan meninggalkan inang dan mencari inang
baru untuk meletakkan telurnya.
Sebaliknya predator mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar sari serangga yang
dikendalikan (prey), dan sifat predator secara aktif mencari mangsanya,
kemudian memakan atau mengisap cairan tubuh mangsa sampai mati. Beberapa
kumbang Coccinella merupakan predator aphis atau jenis serangga lain yang baik
pada fase larva maupun dewasanya. Contoh lain serangga yang bersifat sebagai
predator adalah Chilocorus, serangga ini sekarang telah dimanfaatkan sebagai
agensia pengendali hayati terhadap hama kutu perisai (Aspidiotus destructor)
pada tanaman kelapa.
Agar predator dan tanaman ini sukses sebagai agen pengendali biologis terhadap
serangga, maka harus dapat beradaptasi dulu dengan lingkungan tempat hidup
serangga hama. Predator dan parasit itu harus dapat beradaptasi dengan cepat
pada lingkungan yang baru. Parasit dan predator juga harus bersifat spesifik
terhadap hama dan mampu mencari dan membunuhnya.
Parasit harus mempunyai siklus hidup yang lebih pendek daripada inangnya dan
mampu berkembang lebih cepat dari inangnya. Siklus hidup parasit waktunya harus
sinkron dengan inangnya sehingga apabila saat populasi inang meningkat maka
saat peningkatan populasi parasit tidak terlambat datangnya. Predator tidak
perlu mempunyai siklus hidup yang sama dengan inangnya, karena pada umumnya
predator ini mempunyai siklus hidup yang lebih lama daripada inangnya dan
setiap individu predator mampu memangsa beberapa ekor hama.
Baik parasit maupun predator mempunyai ratio jantan dan betina yang besar,
mempunyai keperidian dan kecepatan hidup yang tinggi serta memiliki kemampuan
meenyebar yang cepat pada suatu daerah dan serangga - serangga itu secara
efektif mampu mencari inang atau mangsanya.
Beberapa parasit fase dewasa memerlukan polen dan nektar, sehingga untuk
pelepasan dan pengembangan parasit pada suatu daerah, yang perlu diperhatikan
adalah daerah tersebut banyak tersedia polen dan nektar yang nanti dapat
digunakan sebagai pakan tambahan.
Parasit yang didatangkan dari suatu daerah, mula - mula dipelihara dahulu di
karantina selama beberapa saat agar serangga ini mampu beradaptasi dan
berkembang. Selama pemeliharaan di dalam karantina, serangga-serangga ini dapat
diberi pakan dengan pakan buatan atau mungkin dapat pula digunakan inangnya
yang dilepaskan pada tempat pemeliharaan. Setelah dilepaskan di lapangan
populasi parasit ini harus dapat dimonitor untuk mengetahui apakah parasit iru
sudah mapan, menyebar dan dapat berfungsi sebagai agen pengendali biologis yang
efektif; dan bila memungkinkan serangga ini mampu mengurangi populasi hama
relatif lebih cepat dalam beberapa tahun.
Contoh pengendalian biologis yang pernah dilakukan di Australia adalah
pengendalian Aphis dengan menggunakan tabuhan chalcid atau pengendalian kutu
yang menyerang jeruk dengan menggunakan tabuhan Aphytes.
Selain menggunakan parasit dan predator, untuk menekan populasi serangga hama
dapat pula memanfaatkan beberapa pathogen penyebab penyakit pada serangga.
Seperti halnya dengan binatang lain, serangga bersifat rentan terhadap penyakit
yang disebabkan oleh bakteri, cendawan, virus dan protozoa. Pada kondisi
lingkungan yang cocok beberapa jenis penyakit akan menajdi wabah epidemis.
Penyakit tersebut secara drastis mampu menekan populasi hama hanya dalam
beberapa hari.
Beberapa jenis bakteri, misal Bacillus thuringiensis secara komersial
diperdagangkan dalam bentuk spora, dan bakteri ini dipergunakan untuk
menyemprot tanaman seperti halnya insektisida. Yang bersifat rentan terhadap
bahan ini adalah fase ulat, dan bilamana ulat-ulat itu makan spora, maka
akhirnya bakteri akan berkembang di dalam usus serangga hama, akhirnya bakteri
itu menembus usus dan masuk ke dalam tubuhnya, sehingga akhirnya larva akan
mati.
Jamur dapat pula digunakan untuk mengendalikan serangga hama, sebagai contoh Entomorpha
digunakan untuk mengendalikan Aphis yang menyerang alfafa; spesies Beauveria
untuk mengendalikan ulat dan Metarrhizium anisopliae sekarang sudah
dikembangkan secara masal dengan medium jagung. Jamur ini digunakan untuk
mengendalikan larva Orycetes rhinoceros yang imagonya merupakan penggerek pucuk
kelapa.
Lebih dari 200 jenis virus mampu menyerang serangga. Jenis virus yang telah
digunakan untuk mengendalikan hama adalah Baculovirus untuk menekan populasi
Orycetes rhinoceros; Nuclear polyhidrosis virus yang telah digunakan untuk
mengendalikan hama Heliothis zeae pada tongkol jagung, bahan tersebut telah
banyak digunakan di AS, Eropa dan Australia. Virus tersebut masuk dan
memperbanyak diri dalam sel inang sebelum menyebar ke seluruh tubuh. Inti dari
sel - sel yang terserang menjadi besar, kemudian virus tersebut menuju ke
rongga tubuh akhirnya inang akan mati.
Metode pengelolaan agen pengendali biologi terhadap serangga hama meliputi :
1. Introduksi, yakni upaya mendatangkan musuh alami dari luar (exotic) ke
wilayah yang baru (ada barier ekologi).
2. Konservasi, yakni upaya pelestarian keberadaan musuh alami di suatu wilayah
dengan antara lain melalui pengelolaan habitat.
3. Augmentasi, parasit dan predator lokal yang telah ada diperbanyak secara
massal pada kondisi yang terkontrol di laboratorium sehingga jumlah agensia
sangat banyak, sehingga dapat dilepas ke lapangan dalam bentuk pelepasan
inundative.
D. PENGENDALIAN DENGAN VARIETAS TAHAN
Beberapa varietas tanaman tertentu kuran dapat diserang oleh serangga hama atau
kerusakan yang diakibatkan oleh serangan hama relatif lebih kecil bila
dibandingkan dengan varietas lain. Varietas tahan tersebut mempunyai satu atau
lebih sifat-sifat fisik atau fisiologis yang memungkinkan tanaman tersebut dapat
melawan terhadap serangan hama.
Mekanisme ketahanan tersebut secara kasar dapat dibedakan menjadi tiga kelompok
yaitu :
1. Toleransi
Tanaman yang memiliki kemampuan melawan serangan serangga dan mampu hidup terus
serta tetap mampu berproduksi, dapat dikatakan sebagai tanaman yang toleran
terhadap hama. Toleransi ini sering juga tergantung pada kemampuan tanaman
untuk mengganti jaringan yang terserang, dan keadaan ini berhubungan dengan
fase pertumbuhan dan kerapatan hama yang menyerang pada suatu saat.
2. Antibiosis
Tanaman - tanaman yang mengandung toksin (racun) biasanya memberi pengaruh yang
kurang baik terhadap serangga. Tanaman yang demikian dikatakan bersifat
antibiosis. Tanaman ini akan mempengaruhi banyaknya bagian tanaman yang dimakan
hama, dapat menurutkan kemampuan berkembang biak dari hama dan memperbesar
kematian serangga. Tanaman kapas yang mengandung senyawa gossypol dengan kadar
tinggi mempunyai ketahanan yang lebih baik bila dibandingkan dengan yang
mengandung kadar yang lebih rendah, karena bahan kimia ini bekerja sebagai
antibiosis terhadap jenis serangga tertentu.
3. Non prefens
Jenis tanaman tertentu mempunyai sifat fisik dan khemis yang tidak disukai
serangga. Sifat - sifat tersebut dapat berupa tekstur, warna, aroma atau rasa
dan banyaknya rambut sehingga menyulitkan serangga untuk meletakkan telur,
makan atau berlindung. Pada satu spesies tanaman dapat pula terjadi bahwa satu
tanaman kurang dapat terserang serangga dibanding yang lain. Hal ini disebabkan
adanya perbedaan sifat yang ada sehingga dapat lebih menarik lagi bagi serangga
untuk memakan atau meletakkan telur. Contoh pengendalian hama yang telah
memanfaatkan varietas tahan adalah pengendalian terhadap wereng coklat pada
tanaman padi, pengendalian terhadap kutu loncat pada lamtoro, pengendalian
terhadap Empoasca pada tanaman kapas.
E. PENGENDALIAN HAMA DENGAN PENGATURAN CARA BERCOCOK TANAM
Pada dasarnya pengendalian ini merupakan pengendalian yang bekerja secara
alamiah, karena sebenarnya tidak dilakukan pembunuhan terhadap hama secara
langsung. Pengendalian ini merupakan usaha untuk mengubah lingkunagn hama dari
keadaan yang cocok menjadi sebaliknya. Dengan mengganti jenis tanaman pada
setiap musim, berarti akan memutus tersedianya makanan bagi hama-hama tertentu.
Sebagai contoh dalam pengendalian hama wereng coklat (Nilaparvata lugens)
diatur pola tanamnya, yakni setelah padi - padi, pada periode berikutnya supaya
diganti dengan palawija. Cara ini dimaksudkan untuk menghentikan berkembangnya
populasi wereng. Cara di atas dapat pula diterapkan pada hama lain, khususnya
yang memiliki inang spesifik. Kebaikan dari pengendalian hama dengan mengatur
pola tanam adalah dapat memperkecil kemungkinan terbentuknya hama biotipe baru.
Cara - cara pengaturan pola tanam yang telah diterapkan pada pengendalian
wereng coklat adalah :
a. Tanam serentak meliputi satu petak tersier (wikel) dengan selisih waktu
maksimal dua minggu dan selisih waktu panen maksimal 4 minggu, atau dengan kata
lain varietas yang ditanam relatif mempunyai umur sama. Dengan tanam serentak
diharapkan tidak terjadi tumpang tindih generasi hama, sehingga lebih mudah
memantau dan menjamin efektifitas pengendalian, karena penyemprotan dapat
dilakukan serentak pada areal yang luas.
b. Pergiliran tanaman meliputi areal minimal satu WKPP dengan umur tanaman
relatif sama.
c. Pergiliran varietas tahan. Untuk daerah-daerah yang berpengairan baik, para
petani pada ummnya akan menanam padi - padi sepanjang tahun. Kalau pola
demikian tidak dapat diubah maka teknik pengendalian yang dapat dilakukan
adalah dengan melakukan pergiliran varietas yang ditanam. Pada pengendalian ini
diusahakan supaya digunakan varietas yang mempunyai tetua berbeda, dengan
demikian dapat menghambat terbentuknya wereng biotipe baru.
F. PENGENDALIAN HAMA DENGAN SANITASI DAN ERADIKASI
Beberapa jenis hama mempunyai makanan, baik berupa tanaman yang diusahakan
manusia maupun tanaman liar (misal rumput, semak - semak, gulam dan lain -
lain). Pada pengendalian dengan cara sanitasi eradikasi dititikberatkan pada
kebersihan lingkungan di sekitar pertanaman. Kebersihan lingkungan tidak hanya
terbatas di sawah yang ada tanamannya, namun pada saat bero dianjurkan pula
membersihkan semak-semak atau turiang-turiang yang ada. Pada musim kemarau
sawah yang belum ditanami agar dilakukan pengolahan tanah terlebih dahulu. Hal
ini dimaksudkan untuk membunuh serangga-serangga yang hidup di dalam tanah,
memberikan pengudaraan (aerasi), dan membunuh rerumputan yang mungkin merupakan
inang pengganti suatu hama tertentu.
Contoh pengendalian dengan eradikasi terhadap serangan hama wereng coklat
adalah :
a. Pada daerah serangan wereng coklat tetapi bukan merupakan daerah serangan
virus, eradikasi dilakukan pada tanaman padi yang telah puso. Pada daerah
serangan berat eradikasi hendaknya diikuti pemberoan selama 1 - 2 bulan atau
mengganti dengan tanaman selain padi.
b. Pada daerah serangan hama wereng yang juga merupakan daerah serangan virus,
eradikasi dilakukan sebagai berikut :
1). Eradikasi selektif dilakukan pada padi stadia vegetatif yang terserang
virus dengan intensitas sama dengan atau kurang dari 25 % atau padi stadia
generatif dengan intensitas serangan virus kurang dari 75 %.
2). Eradikasi total dilakukan terhadap pertanaman statdia vegetatif dengan
intensitas serangan virus lebih besar dari 25 % atau pada padi stadia generatif
dengan intensitas serangan virus lebih besar sama dengan 75 %.
Cara melakukan eradikasi adalah dengan membabat tanaman yang terserang hama,
kemudian membakar atau membenamkan ke dalam tanah.
G. PENGENDALIAN KIMIA
Bahan kimia akan digunakan untuk mengendalikan hama bilamana pengendalian lain
yang telah diuarikan lebih dahulu tidak mampu menurunkan populasi hama yang
sedang menyerang tanaman.
Kelompok utama pestisida yang digunakan untuk mengendalikan serangga hama
dengan tunggau adalah insektisida, akarisida dan fumigan, sedang jenis
pestisida yang lain diberi nama masing-masing sesuai dengan hama sasarannya.
Dengan demikian penggolongan pestisida berdasar jasad sasaran dibagi menjadi :
a. Insektisida : yaitu racun yang digunakan untuk memberantas jasad pengganggu
yang berupa serangga. Contoh : Bassa 50 EC Kiltop 50 EC dan lain - lain.
b. Nematisida : yaitu racun yang digunakan untuk memberantas jasad pengganggu
yang berupa cacing - cacing parasit yang biasa menyerang akar tanaman. Contoh :
Furadan 3 G.
c. Rodentisida : yaitu racun yang digunakan untuk memberantas binatang -
binatang mengerat, seperti misalnya tupai, tikus. Contoh : Klerat RM, Racumin,
Caumatatralyl, Bromodoiline dan lain - lain.
d. Herbisida : adalah pestisida yang digunakan untuk mengendalikan gulam
(tanaman pengganggu). Contoh : Ronstar ODS 5 / 5 Saturn D.
e. Fungisida : digunakan untuk memberantas jasad yang berupa cendawan (jamur).
Contoh : Rabcide 50 WP, Kasumin 20 AB, Fujiwan 400 EC, Daconil 75 WP, Dalsene
MX 2000.
f. Akarisida : yaitu racun yang digunakan untuk mengendalikan jasad pengganggu
yang berupa tunggau. Contoh : Mitac 200 EC, Petracrex 300 EC.
g. Bakterisida : yaitu racun yang digunakan untuk mengendalikan penykit tanaman
yang disebabkan oleh bakteri. Contoh : Ffenazin - 5 - oksida (Staplex 10 WP).
Insektisida dapat pula dibagi menurut jenis aktivitasnya. Kebanyakan
insektisida bersifat racun bilamana bersentuhan langsung atau tertelan
serangga. Namun ada pula jenis lain yang bersifat sebagai repelen (jenis ini
digunakan untuk mencegah serangga yang akan menyerang tanaman), atraktan (bahan
yang dapat menarik serangga, dengan demikian serangga yang terkumpul akan lebih
mudah terbunuh), anti feedan (senyawa ini dapat menghindarkan dari serangan
suatu serangga) dan khemosterilan (yang dapat menyebabkan kemandulan bagi
serangga yang terkena).
Menurut sifat kecepatan meracun, pestisida digolongkan menjadi :
1. Racun kronis : yaitu racun yang bekerjanya sangat lambat sehingga untuk
mematikan hama membutuhkan waktu yang sangat lama. Contoh : racun tikus Klerat
RMB.
2. Racun akut : adalah racun yang bekerjanya sangat cepat sehingga kematian
serangga dapat segera diketahui setelah racun tersebut mengenai tubuhnya. Contoh
: Bassa 50 EC, Kiltop 50 EC, Baycarb 50 EC dan lain - lain.
Ditinjau dari cara bekerjanya, pestisida dibagi menjadi :
1. Racun perut
Racun ini terutama digunakan untuk mengendalikan serangga yang mempunyai tipe
alat mulut pengunyah (ulat,belalang dan kumbang), namun bahan ini dapat pula
digunakan terhadap hama yang menyerang tanaman dengan cara mengisap dan
menjilat. Bahan insektisida ini disemprotkan pada bagian yang dimakan serangga
sehingga racun tersebut akan tertelan masuk ke dalam usus, dan di sinilah
terjadi peracunan dalam jumlah besar.
Ada 4 cara aplikasi racun perut terhadap serangga :
a. Insektisida diaplikasikan pada makanan alami serangga sehingga bahan
tersebut termakan oleh serangga sasaran. Bahan makanan itu dapat berupa daun,
bulu-bulu / rambut binatang. Dalam aplikasinya, bahan - bahan makanan serangga
harus tertutup rata oleh racun pada dosis lethal sehingga hama yang makan dapat
mati.
b. Insektisida dicampur dengan bahan atraktan dan umpan itu ditempatkan pada
suatu lokasi yang mudah ditemukan serangga.
c. Insektisida ditaburkan sepanjang jalan yang bisa dilalui hama. Selagi hama
itu lewat biasanya antene dan kaki akan bersentuhan dengan insektisida atau
bahkan insektisida itu tertelan. Akibatnya hama mati.
d. Insektisida diformulasikan dalam bentuk sistemik, dan racun ini diserap oleh
tanaman atau tubuh binatang piaraan kemudian tersebar ke seluruh bagian tanaman
atau badan sehingga apabila serngga hama tersebut mengisap cairan tanaman atau
cairan dari tubuh binatang (terutama hama yang mempunyai tipe mulut pengisap,
misal Aphis) dan bila dosis yang diserap mencapai dosis lethal maka serangga
akan mati.
2. Racun kontak
Insektisida ini masuk ke dalam tubuh serangga melalui permukaan tubuhnya
khususnya bagian kutikula yang tipis, misal pada bagian daerah perhubungan
antara segmen, lekukan-lekukan yang terbentuk dari lempengan tubuh, pada bagian
pangkal rambut dan pada saluran pernafasan (spirakulum). Racun kontak itu dapat
diaplikasikan langsung tertuju pada jasad sasaran atau pada permukaan tanaman
atau pada tempat - tempat tertentu yang biasa dikunjungi serangga. Racun kontak
mungkin diformulasikan sebagai cairan semprot atau sebagai serbuk. Racun kontak
yang telah melekat pada serangga akan segera masuk ke dalam tubuh dan disinilah
mulai terjadi peracunan.
Yang digolongkan sebagai insektisida kontak adalah :
a. Bahan kimia yang berasal dari kestrak tanamaan, seperti misalnya nikotin,
rotenon, pirethrum.
b. Senyawa sintesis organik, misal BHC, DDT, Chlordan, Toxaphene, Phosphat
organik.
c. Minyak dan sabun.
d. Senyawa anorganik seperti misalnya Sulfur dan Sulfur kapur.
3. Racun pernafasan
Bahan insektisida ini biasanya bersifat mudah menguap sehingga masuk ke dalam
tubuh serangga dalam bentuk gas. Bagian tubuh yang dilalui adalah organ - organ
pernafasan seperti misalnya spirakulum. Oleh karena bahan tersebut mudah
menguap maka insektisida ini juga berbahaya bagi manusia dan binatang piaraan.
Racun pernafasan bekerja dengan cara menghalangi terjadinya respirasi tingkat
selulair dalam tubuh serangga dan bahan ini sering dapat menyebabkan tidak
aktifnya enzim-enzim tertentu. Contoh racun nafas adalah : Hidrogen cyanida dan
Carbon monoksida.
4. Racun Syaraf
Insektisida ini bekerja dengan cara menghalangi terjadinya transfer asetikholin
estrase yang mempunyai peranan penting dalam penyampaian impul. Racun syaraf
yang biasa digunakan sebagai insektisida adalah senyawa organo klorin, lindan,
carbontetraclorida, ethylene diclorida : insektisida-insektisida botanis asli
seperti misalnya pirethin, nikotin, senyawa organofosfat (parathion dan
dimethoat) dan senyawa karbanat (methomil, aldicarb dan carbaryl).
5. Racun Protoplasmik
Racun ini bekerja terutama dengan cara merusak protein dalam sel serangga.
Kerja racun ini sering terjadi di dalam usus tengah pada saluran
pencernaan.Golongan insektisida yang termasuk jenis ini adalah fluorida,
senyawa arsen, borat, asam mineral dan asam lemak, nitrofenol, nitrocresol, dan
logam - logam berat (air raksa dan tembaga).
6. Racun penghambat khitin
Racun ini bekerja dengan cara menghambat terbentuknya khitin. Insektisida yang
termasuk jenis ini biasanya bekerja secara spesifik, artinya senyawa ini
mempunyai daya racun hanya terhadap jenis serangga tertentu. Contoh : Applaud
10 WP terhadap wereng coklat.
8. Racun sistemik
Insektisida ini bekerja bilamana telah terserap tanaman melalui akar, batang
maupun daun, kemudian bahan-bahan aktifnya ditranslokasikan ke seluruh bagian
tanaman sehingga bilamana serangga mengisap cairan atau memakan bagian tersebut
akan teracun.
Pestisida adalah merupakan racun, baik bagi hama maupun tanaman yang disemprot.
Mempunyai efek sebagai racun tanaman apabila jumlah yang disemprotkan tidak
sesuai dengan aturan dan berlebihan (overdosis), karena keadaan ini dapat mengakibatkan
terjadinya kebakarn tanaman. Untuk memperoleh hasil pengendalian yang memadai
namun pertumbuhan tanaman tidak terganggu, pemakaian pestisida hendaknya
memperhatikan kesesuaiannya, baik tepat jenis, tepat waktu maupun tepat ukuran
(dosis dan konsentrasi). Dosis adalah banyaknya pestisida yang digunakan untuk
mengendalikan hama secara memadai pada lahan seluas 1 ha. Konsentrasi adalah
banyaknya pestisida yang dilarutkan dalam satu liter air.
Untuk menyesuaikan dengan kondisi setempat serta memperoleh efektifitas
pengendalian yang tinggi maka oleh perusahaan pestisida, satu bahan aktif
dibuat dalam bermacam-macam formulasi.
Tujuan dari formulasi ini adalah :
1. Mempermudah penyimpanan.
2. Mempermudah penggunaan.
3. Mengurangi daya racun yang berlebihan.
Pestisida terbuat dari campuran antara dua bahan, yaitu bahan aktif (bahan
pestisida yang mempunyai daya racun) dan bahan pembawa / inert (bahan pencampur
yang tidak mempunyai daya racun).
Macam-macam formulasi yang banyak dibuat oleh perusahaan pembuat pestisida
adalah :
1. Formulasi dalam bentuk cairan
a. Cairan yang diemulsikan.
Biasanya ditandai dengan kode EC (Emulsifeable Concentrate) yaitu cairan yang
diemulsikan. Pestisida ini dalam bentuk asli berwarna bening setelah dicampur
air akan membentuk emulsi yang berwarna putih susu. Contoh : Dharmabas 50 EC,
Bassa 50 EC dan lain - lain.
b. Cairan yang dapat dilarutkan.
Formulasi ini biasanya ditandai dengan kode WSC atau SCW yaitu kependekan dari
Soluble Concentrated in Water. Pestisida ini bila dilarutkan dalam air tidak
terjadi perubahan warna (tidak membentuk emulsi sehingga cairan tersebut tetap
bening). Contoh : Azodrin 15 WSC.
2. Bentuk Padat
a. Berupa tepung yang dapat dilarutkan, dengan kode SP (Soluble Powder).
Penggunaannya disemprotkan dengan sprayer. Contoh : Sevin 85 SP.
b. Berupa tepung yang dapat dibasahi dengan merek dagang WP (Weatable Powder).
Pestisida ini disemprotkan dengan dicampur air. Karena sifatnya tidak larut
sempurna, maka selama menyemprot seharusnya disertai dengan pengadukan secara
terus-menerus.Contoh: Aplaud 10 WP.
c. Berupa butiran dengan kode G (Granulair). Aplikasi pestisida ini adalah
dengan menaburkan atau membenamkan dekat. Contoh : Furadan 3 G, Dharmafur 3 G.
d. Campuran umpan (bait). Pestisida ini dicampur dengan bahan makanan yang
disukai hama, kemudian diumpankan. Contoh : Klerat RMB.
RANGKUMAN
Pengendalian hama merupakan upaya manusia untuk mengusir, menghindari dan
membunuh secara langsung maupun tidak langsung terhadap spesies hama. Pengendalian
hama tidak bermaksud memusnahkan spesies hama, melainkan hanya menekan sampai
pada tingkat tertentu saja sehingga secara ekonomi dan ekologi dapat
dipertanggungjawabkan.
Falsafah pengendalian hama yang digunakan adalah Pengelolaan / Pengendalian
Hama Terpadu (PHT). PHT tidak pernah mengandalkan satu taktik pengendalian saja
dalam memcahkan permasalahan hama yang timbul, melainkan dengan tetap mencari
alternatif pengendalian yang lain.
Beberapa taktik pengendalian hama yang dikenal meliputi : taktik pengendalian
secara mekanis, fisis, hayati, dengan varietas tahan, mengatur pola tanam,
sanitasi dan eradikasi, dan cara kimiawi.
Reaksi:
|
Daun mint dapat dipercaya dapat memulihkan
stamina tubuh, meredakan sakit kepala, mencegah demam, mempunyai sifat
antioksidan pencegah kanker dan menjaga kesehatan mata.
Aroma daun mint atau peppermint yang segar ternyata tak
hanya dipakai untuk menambah cita rasa pada permen atau minuman. Dengan mencium
aroma mint ternyata juga bisa menjadi cara jitu mengurangi nafsu makan.
Sebuah studi di Wheeling Jesuit University in West Virginia mengungkapkan bahwa
aroma mint bisa membuat keinginan makan menurun.
Manfaat lain mint
Menyegarkan kulit kepala
Daun mint juga dapat mengatasi dan menyegarkan
kulit kepala yang iritasi yaitu dengan cara : Ambil beberapa lembar daun
mint, lumatkan hingga halus. Lalu oleskan pada kulit kepala sambil dipijat-pijat.
Kandungan mentol dalam daun mint akan membuat kulit kepala
terasa lebih segar. Diamkan selama 20 menit, biarkan mentol meresap. Kemudian
berkeramaslah seperti biasa.
Scrub kaki
Relakskan kaki Anda dengan scrub daun mint atau minyak esensial
mint. Balurkan pada telapak kaki, tumit, dan juga betis. Otot-otot yang pegal
akan terasa mengendur.
Pereda sakit perut
Dapat menyembuhkan perut kembung dan masuk angin yaitu dengan cara : Coba
oleskan minyak esensial mint. Kandungan minyak atsiri dan mentolnya meredakan
kram dan kejang otot di daerah perut, sehingga perut terasa lebih relaks dan
nyaman.
Daun mint merupakan ramuan aromatik abadi dengan daun
gelap ke abu-abu-hijau. Kesegaran daun mintdapat kita peroleh dalam
sejumlah cara melalui daunnya, baik segar dan kering.
Daun mint berhubungan dengan aroma, kesegaran dan aftertaste
pendinginan. Ini berisi mentol sebagai bahan aktif yang membuatnya cocok untuk
pembuatan permen mentol dan permen karet untuk menghindari bau mulut. Bahkan,
pasta gigi sekarang dibuat dengan menambahkan mint, yang dikombinasikan dengan
fluorin dan cengkeh.
Manfaat daun mint banyak digunakan
dalam kuliner. Mint, baik berupa daun kering dan segar, ditambahkan ke piring
untuk mendapatkan rasa yang unik. Daun mint juga digunakan dalam teh, minuman
dan jelly, dan kadang dicampurkan dengan tambahan es krim.
Dalam pengobatan herbal, daun mint merupakan obat alami digunakan untuk mengobati sakit perut
dan masalah pencernaan. Hal ini bisa meredakan sindrom usus dan hal-hal
sembelit. Di sebagian negara yang memiliki musim panas, daun mint siap
dikonsumsi dalam bentuk minuman untuk menurunkan suhu tubuh.
Karena efeknya yang mendinginkan dan menyegarkan, mint juga digunakan dalam
bidang kosmetik dan parfum.
Selain itu, mint banyak juga digunakan untuk mengatasi flu dari hidung
tersumbat. Kandungan daun mint juga digunakan sebagai tambahan pada
pestisida dan insektisida yang efektif untuk menjaga nyamuk dan lebah jauh dari
rumah. Mint yang diitanam di rumah juga dianggap baik karena memurnikan udara
sekitarnya.
Asupan harian daun mint segar sebanyak 4-5 lembar bisa
menyegarkan nafas dan juga memperbaiki sistem pencernaan. Flavour makanan dapat
ditingkatkan dengan menambahkan beberapa daun segar.
Reaksi:
|
Diambil dari berbagai sumber
( mohon dikolsultasikan kembali pada kenalan
atau kerabat keluarga anda )
Khasiat Sambung Nyawa
Sambung nyawa jdigunakan dalam upaya
penyembuhan penyakit ginjal, disentri, infeksi kerongkongan, di samping itu
digunakan pada upaya menghentikan perdarahan, mengatasi tidak datang haid dan
gigitan binatang berbisa. Sedangkan umbinya untuk menghilangkan bekuan darah
(haematom), pembengkakan, patah tulang, dan perdarahan setelah melahirkan.
KEGUNAAN DI MASYARAKAT
Batang tanaman Sambung nyawa sering digunakan untuk menurunkan demam. Sambung
nyawa juga digunakan dalam upaya penyembuhan penyakit ginjal, disentri, infeksi
kerongkongan, di samping itu digunakan pada upaya menghentikan perdarahan,
mengatasi tidak datang haid dan gigitan binatang berbisa.
Umbi untuk menghilangkan bekuan darah (haematom), pembengkakan, patah tulang,
dan perdarahan setelah melahirkan.
CARA PEMAKAIAN DI MASYARAKAT
Untuk mengatasi gigitan ular / serangga digunakan daun dan umbi tumbuhan
Sambung nyawa 1 batang, kunyit sebesar telur ayam 1 biji. Kunyit dikupas,
dicuci kemudian ditumbuk bersama bahan lain hingga lembut. Tempelkan pada luka
dan dibalut dengan air bersih.
Untuk mengatasi muntah darah / perdarahan rahim digunakan pohon Sambung nyawa
dan umbinya 1 batang, kunyit 1 jari, kayu secang (tua) yang telah diserut 1/4
genggam. Kunyit dikupas, diiris tipis, kemudian direbus bersama bahan lainnya
dengan air 2 gelas hingga tinggal 1 1/2 gelas. Angkat dan saring, diminum 2
kali sehari ½ gelas.
Untuk penyembuhan bisul digunakan daun Sambung nyawa segar 8 gram dicuci,
ditumbuk sampai lumat. Kemudian ditempelkan pada bisul.
Daun dewa dan sambung nyawa termasuk tanaman liar yang banyak dijumpai di
pekarangan. Meskipun demikian, masih banyak yang belum mengenal tanaman ini,
baik fisik maupun manfaatnya. Tanaman yang masih satu marga ini ternyata
menyimpan berjuta potensi bagai kesehatan tubuh. Buku ini menyingkap aneka cara
memanfaatkan daun dewa dan sambung nyawa untuk menaklukkan berbagai penyakit,
termasuk
0 Response to "Macam-macam jenis Hama Tanaman dan Cara Pengendalian"
Post a Comment