Makalah Shalat Jenazah


" Terima kasih sudah berkunjung ke blog sederhana ini dan sebagai ungkapan terima kasih, kami akan berikan 1 e-book mengenai usaha gratis untuk anda. Silahkan unduh disini atau disini "



shalat Jenazah

shalat Jenazah
shalat Jenazah

BAB I
PENDAHULUAN
1.          Latar Belakang
Bersuci merupakan hal yang sangat erat kaitannya dan tidak dapat dipisahkan dengan ibadah sholat dan haji, misalnya : tanpa bersuci orang yang hadats tidak dapat menunaikan ibadah tersebut. Banyak orang mungkin tidak tahu bahwa sesungguhnya bersuci memiliki tata cara atau aturan yang harus dipenuhi. Kalau tidak dipenuhi, tidak akan sah bersucinya dan secara otomatis ibadah yang dikerjakan juga tidak sah. Terkadang ada problema ketika orang itu tidak menemukan air, maka islam mempermudahkan orang tersebut untuk melakukan tayamum sebagai ganti dari mandi, yang mana alat bersucinya dengan mengunakan debu.
Tetapi bagaimana jika ada orang yang tidak menemukan kedua alat bersuci? Lalu bagaimana orang tersebut bersuci? Tidak hanya orang yang tidak menemukan kedua alat bersuci, yang dalam istilah fiqihnya disebut dengan “ faaqiduth thohuuroini”. Dan bagaimana tata cara bersuci yang benar bagi orang sakit, misal kakinya diperban atau pasien rawat inap di rumah sakit yang biasanya tidak boleh terkena air?
Pertanyaan-pertanyaan diatas mungkin sering kita jumpai dikalangan masyarakat, dan bukan tidak mungkin kita pun akan mengalaminya. Tanpa adanya kajian khusus tentang hal-hal diatas bukan tidak mungkin kita sebagai mahasiswa sekolah tinggi agama islam berbasis pesantren tidak dapat menyelesaikan kasus-kasus tersebut.
Berawal dari deskripsi diatas ditambah dengan tugas mata kuliah fiqih ibadah, kami mencoba menguraikan hal-hal diatas, walaupun tidak dapat dikatakan menyeluruh. Minimal dengan adanya makalah ini, kita mengetahui gambaran status hukum kasus-kasus tersebut, syukur-syukur tergerak untuk melaksanakan studi yang mendalam tentang hukum peribadatan islam ini atau menarik hal positif lain yang nanti akan berguna dikehidupan kita nanti amin.
2.          Rumusan Masalah
            Mengacau pada latar belakang diatas, kami akan mencoba merumuskan beberapa masalah yang akan dibahas diantaranya:
                       1.         Pengertian mandi, perkara-perkara yang mewajibkanya,dan tata cara mandi bagi faaqiduth thohuroini
                       2.         Tatacara bersuci bagi shohibul jabiroh dan pasien rawat inap di rumah sakit.

  3.       Tujuan Pembahasan
-            Untuk mengetahui lebih dalam bagaimana tata cara bersuci yang baik menurut ajaran Rasulullah SAW.








BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Mandi
            Mandi menurut arti bahasa adalah: mengalirkan air secara mutlak terhadap sesuatu. Menurut arti syara’ adalah: sampainya air yang suci keseluruh badan dengan cara tertentu.
            Sedangkan menurut ulama’ bermadzhab Sayafi’I mendefisikan mandi yaitu: mengalirkan air keseluruh badan disertai dengan niat. Adapun ulama’ bermadzhab Maliki juga membuat suatu pengertian yaitu: sampainya air keseluruh badan disertai dengan proses menggosok dengan niat diperbolehkannya untuk melakukan sholat.
            Adapun tujuan dari mandi itu sendiri yaitu selain kita melaksanakan suatu ‘ibadah yang berupa bersuci dari hadats besar, tapi kita juga membersihkan tubuh kita dari segala kotoran dan itu sangat dianjurkan oleh nabi.seperti dlm haditsnya:
الطهور شطر الإيمان
“ Kesucian adalah sebagian dari iman “
 2.2.       Perkara-perkara yang mewajibkan mandi
            Perkara-perkara yang mewajibkan seseorang harus mandi ada tiga yaitu:
a.       Jinabat
Seseorang dalam keadaan jinabat adakalanya:
Ø  Keluar mani, adapun mani seseorang bisa diketahui lewat cara keluarnya disertai dengan rasa yang enak, baunya yang seperti adonan roti ketika basah dan seperti putih telur ketika kering. Jadi apabila tidak ditemukan sifat-sifat yang seperti diatas maka tidakwajib untuk mandi.
Ø  Memasukkan penis (baik keseluruh atau sebagian) kedalam farji, meskipun farjinya orang yang sudah mati atau hewan, baik disertai paksaan atau dalam keadaan tidur, baik keluarnya terasa enak atau tidak dan meski tanpa keluar mani.Tapi imam Abu Hanifah dan Imam Maliki berpendapat bahwa apabila mani tersebut keluarnya tanpa ada rasa enak maka tidak wajib mandi.

b.      Haidh Masa sedikitnya haidh yaitu sehari semalam, umumnya 6-7 hari , sedangkan masa maksimalnya 15 hari

c.       Nifas
Masa sedikitnya nifas seketika, umumnya 40 hari dan masa paling banyaknya yaitu 60 hari

2.3.       Syarat – Syarat Mandi
1.         Islam.
2.         Tamyiz (berakal sehat).
3.         Mengetahui pekerjaan yang fardlu dalam mandi.
4.         Air yang digunakan harus dengan air yang suci dan mensucikan (air mutlak).
5.         Tidak ada sesuatu pada lahirnya yang menghalangi sampainya air ke seluruh kulit tubuh.
6.         Tetap niatnya hingga akhir sempurnanya mandi.
7.         Tidak ada sesuatu akibat yang dapat merubah sifat air sampai ke kulit tubuh.
8.         Mengalir airnya sampai ke seluruh tubuh.

2.4.       Fardlu Mandi
            Fardlunya mandi ada dua yaitu:
a.     Niat melaksanakan mandi wajib atau menghilangkan hadats besar di sertai dengan mengalirkan air kesekujur badan . jika seorang melaksanakan niat setelah melaksanakan basuhan mandi maka ia wajib untuk mengulangi basuhannya.
b.      Meratakan air keseluruh badan sampai pada sela-sela badan serta bagian bawah rambut yang tebal.
            Supaya air dapat benar-benar merata, maka orang yang mandi harus melepaskan pilinan rambut supaya air bias masuk pada kulit rambut. Adapun mandi bias di lakukan dengan berbagai cara. Bisa dengan menyilam di air, mengucurkan air kesekujur badan, atau dengan cara apapun sekiranya air bisa masuk ke seluruh tubuh.

2.5.  Sunnah Mandi
       Sunnah mandi ada banyak sekali, diantaranya adalah:
1.      Membaca basmala pada permulaan mandi.
2.      berkumur.
3.      Menghirup air kedalam hidung.
4.      Menghilangkan kotoran yang berada pada badan.
5.      Berwudlu sebelum mandi.
6.      Meneliti lekukan seperti dua telinga atau meneliti bawah kuku, supaya tidak ada sesuatupun yang menghalangi air masuk pada kulit.
7.      Menggosokkan tangan keseluruh badan, imam malik berpendapat bahwa menggosokkan tangan keseluruh badan hukumnya wajib.
8.      Mengulang tiga kali.
9.      Menghadap kiblat.

2.6.       Macam-macam Mandi
a.       Mandi Wajib / Mandi Junub :
1.      Mandi yang dilakukan setelah bersetubuh (melakukan hubungan suami istri)
2.      Setelah Haid/Menstruasi (Wanita)
3.      Setelah Melahirkan/Nifas (Wanita)
4.      Meninggal Dunia

b.      Mandi Sunat/Sunah :
1.      Mandi untuk Shalat jum’at
2.      Mandi untuk Shalat hari raya
3.      Sadar dari kehilangan kesadaran akibat pingsan, gila, dbb
4.      Muallaf (baru memeluk/masuk agama islam)
5.      Setelah memendikan mayit/mayat/jenazah
6.      Saat hendak Ihram, sa’i, thawaf, dan lain sebagainya.


2.7.       Hal-Hal yang Dimakruhkan ketika Mandi
1.      Berlebih-lebihan dalam menggunakan air. Rasulullah saw. mandi dengan air  satu sha’ (sekitar 3,5 liter).
2.      Mandi di tempat yang najis, karena dikhawatirkan akan terkena najisnya.
3.     Mandi dengan air sisa bersucinya wanita. Rasulullah saw. melarang mandi   dengan air sisa bersucinya wanita, seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
4.      Mandi tanpa penutup, misalnya dengan tembok atau yang lainnya. Berdasarkan dalil-dalil berikut. Maimunah r.a. berkata, “Aku persiapkan air untuk Rasulullah saw. dan menutupi beliau, kemudian beliau mandi.” (HR Bukhari). Jika sekiranya mandi tanpa menggunakan penutup tidak dimakruhkan, pasti Maimunah tidak menutupi Rasulullah saw. ketika sedang mandi. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla bersifat malu, dan menutup (kesalahan hamba-Nya), menyukai sifat malu. Maka, jika salah seorang dari kalian mandi, hendaklah menggunakan penutup.” (HR Abu Dawud).
5.      Mandi dengan air yang tidak mengalir. Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian mandi di air yang tidak mengalir, sedang dia junub.” (HR Muslim).

2.8.       Yang diharamkan bagi orang yang junub ( berhadas besar ) dan kepada orang yang haid dan nifas.
Bagi yang sedang junub, mereka diharamkan :
1.      Haram shalat
2.      Haram Thawaf
3.      Haram menyentuh Al-Qur'an
4.      Haram membawa Al-Qur'an
5.      Haram berdiam didalam mesjid
6.      Haram membaca Al-Qur'an















BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
              Berdasarkan beberapa keterangan yang telah kami uraikan diatas, dapat kita tarik kesimpulan:
1.      Orang yang tidak mendapatkan kedua alat bersuci dapat melaksanakan sholat Karena menghormati waktu sholat. Bila ia mendapatkan salah satu alat untuk Bersuci sebelum habis waktu sholat, ia wajib mengulang sholatnya. Tetapi bila Baru menemukan setelah waktu sholat habis,ia tidak wajib untuk mengulangi sholatnya.
2.         Bagi shohibul jaba’ir atau orang sakit yang tidak mampu bersuci menggunakan air dapat mengganti wudlunya dengan tayammum. Dan bagishohibul jaba’ir wajib melepas perbannya ketika bersuci apabila tidak dikhawatirkan menimbulkan bahaya.
3.         Menurut mayoritas ulama, tayamum adaalah pengganti yang sifatnya hanya darurat. Alat bersuci yang sebenarnya adalah air. Maka tayammum tidak bisa menghilangkan najis sebagaimana air.
4.         Bagi orang sakit maupun shohibul jaba’ir ketika badan, tempat, dan pakaiannya belum memungkinkan untuk dibersihkan ia hanya melaksanakan shalat lihurmatil wakti dan wajib mengulangi shalatnya ketika telah memungkankan.



3.2.  Saran
       Kita sebagai umat islam dan khususnya sebagai calon pendidik, haruslah mulai banyak belajar dalam mengkaji tentang masalah fiqih ibadah terutama masalah Thaharah ( bersuci ). Hal ini sebagai upaya perbaikan pendidikan pada anak didik kita, agar supaya mereka mampu melakukan tata cara bersuci yang baik menurut ajaran Baginda Rasulullah SAW.

















DAFTAR PUSTAKA
Azzuhaily Wahbah,Al Fiqhul Islamy wa Adillatuhu,Dar El Fikr, Beirut, 1984
Zainuddin bin Al-Malibari Aziz Abdul, Fat-hul Mu’in, Al-Hidayah, Surabaya, 1993
Muhdlor Zuhdi, Kamus Kontemporer Arab, Multi Karya Grafika, Yogyakarta, 1999
Mustahik Team, Fiqh Praktisal Badi’ah, Pustaka Al Muhibbin, Jombang, 2005,2010

0 Response to "Makalah Shalat Jenazah"

Post a Comment